
TANGERANG, PUSATBERITA – Elemen mahasiswa Kota Tangerang menggelar aksi lanjutan Aksi Solidaritas dan Refleksi Reformasi di Bundaran Tugu Adipura Kota Tangerang pada Rabu, (21/5) 2025. Di tengah aksi, hujan deras mengguyur lokasi aksi.
Beberapa jam sebelum aksi dimulai cuaca memang agak mendung bahkan sempat hujan deras sedari siang. Langit abu-abu seolah menandakan hujan akan turun.
Massa aksi itu serentak berinisiatif membentangkan spanduk sebagai perangkat aksi untuk melindungi diri dari air hujan. Mereka bertahan di lokasi aksi sambil tetap menyampaikan aspirasi meski hujan turun semakin deras.
Koordinator aksi Aditya Nugraha berusaha meyakinkan massa aksi untuk tetap solid menyuarakan ekspresinya.
“Hari ini langit juga mendukung dan seakan bersedih dalam memperingati pahlawan reformasi terkhusus yang dibunuh dan hilang oleh negara,” Kata Aditya dalam orasinya.
Dalam aksi solidaritas dan refleksi reformasi ini, sejumlah elemen mahasiswa menyuarakan ketidakpuasannya terhadap kinerja pemerintahan Prabowo Subianto. Menurut Aditya, aksi hari ini merupakan bentuk kepedulian kita terhadap negara yang masih jauh dari tugas konstitusinya mensejahterakan rakyat.
Ada beberapa poin tuntutan yang dibawa oleh massa aksi tersebut, yakni waspada kembalinya UUD 1945 asli sebagai Tata Hukum Politik dan Tata Tertib Pemerintahan.
Aditya meyakini jika itu sampai terjadi maka keadaan demokrasi kita akan mati, sekaligus kedaulatan rakyat tidak ada gunanya lagi.
Selain itu tuntutan lainnya yaitu menghentikan program Makan Bergizi Gratis dan sekolah rakyat, yang dinilai tidak hanya menghamburkan uang negara.
“Iya hentikan MBG dan juga Sekolah Rakyat, ini akan menjadi persoalan yang laten. Sebab, sudah banyak di daerah-daerah yang menolak proyek MBG. Apalagi dengan (program) Sekolah Rakyat yang kami menilai sangat tidak efektif dalam pemerataan pendidikan,” tambah Aditya yang juga tergabung pada organisasi Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia Tangerang.
Massa aksi juga akan menuntut pemerintah untuk membatalkan sejumlah kebijakan, yaitu tarik TNI dari wilayah sipil-akademik yang meresahkan sebagian besar publik dan mahasiswa.
Masih Aditya, ia juga menyuarakan untuk tolak gelar pahlawan kepada Soeharto, yang secara historis di masa kepimpinan Soeharto terdapat 9 pelanggaran HAM berat, salah satunya pada peristiwa trisakti 1998 yang hingga hari ini belum diusut tuntas. Sangat tidak layak, ia berkata, pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan.