
Oplus_131072
PUSATBERITA – Pernah dengar istilah quiet quitting? Meski terdengar seperti aksi diam-diam mengundurkan diri, sebenarnya bukan itu maksudnya. Fenomena ini menggambarkan sikap karyawan yang bekerja sesuai kontrak saja tidak lebih, tidak kurang. Mereka menolak lembur tanpa bayaran, enggan mengejar promosi yang menyita waktu dan energi, serta memilih menjaga keseimbangan hidup di luar pekerjaan.
Fenomena quiet quitting pertama kali mencuat di Amerika Serikat pada tahun 2022 dan kini mulai merambah ke berbagai belahan dunia, termasuk Jepang dan Indonesia. Di tengah budaya kerja keras yang sudah mendarah daging, perubahan ini menjadi semacam “pemberontakan halus” dari para pekerja, terutama generasi muda.
Survei terbaru dari Mynavi di Jepang mengungkap bahwa sekitar 45% pekerja kebanyakan dari generasi muda memilih menyelesaikan pekerjaan hanya sebatas kewajiban minimum. Mereka tak lagi memprioritaskan kenaikan jabatan jika itu berarti harus mengorbankan waktu bersama keluarga, menjalani hobi, atau sekadar menikmati istirahat.
Di Indonesia, tanda-tanda tren serupa mulai terlihat. Banyak anak muda mulai mempertanyakan makna “kerja keras” dan menolak untuk terus menjadi roda penggerak dalam mesin korporasi yang tak pernah berhenti. Alih-alih memburu prestasi di tempat kerja, mereka lebih fokus menjaga kesehatan mental dan membangun kualitas hidup yang seimbang.
Fenomena quiet quitting bukan soal kemalasan, melainkan bentuk kesadaran baru akan batas. Bagi sebagian orang, hidup tak lagi hanya soal pekerjaan. Dan mungkin, inilah cara generasi baru untuk bertahan di tengah dunia kerja yang makin menuntut dengan cara mereka sendiri.