
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Sumber: Kumparan.com/Dicky Adam Sidiq
PUSATBERITA – Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) kembali menjadi sorotan setelah dinilai enggan mengambil tindakan tegas terhadap kasus yang merugikan konsumen di Indonesia. Poros Intelektual Muda (PIM) mengkritik sikap BPKN yang dinilai kurang berpihak kepada konsumen dan belum menunjukkan upaya hukum atau advokasi dalam melindungi hak-hak masyarakat yang dirugikan.
Salah satu kasus yang menjadi perhatian adalah beredarnya Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamax oplosan serta minyak goreng bermerek MinyaKita yang tidak sesuai dengan takaran dan melebihi harga jual eceran tertinggi (HET). PIM menilai bahwa BPKN seharusnya lebih proaktif dalam menangani kasus-kasus ini guna memastikan perlindungan yang optimal bagi konsumen.
Penasehat PIM, Santo Nainggolan, menegaskan bahwa BPKN dibentuk sebagai respons terhadap dinamika dan kebutuhan perlindungan konsumen yang semakin berkembang. Salah satu tugas utama BPKN, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta Peraturan Pemerintah No. 04 Tahun 2019, adalah menyebarluaskan informasi dan menegaskan keberpihakan kepada konsumen.
“Perlindungan hukum bagi konsumen merupakan bagian dari hukum publik dan hukum privat, sebagaimana ditegaskan dalam TAP MPR No.II/MPR/1993. Sebagai subyek hukum, konsumen harus mendapatkan perlindungan dari produk yang tidak berkualitas atau dari pelaku usaha yang memiliki niat buruk,” ujar Santo.
PIM berharap agar BPKN tidak hanya menjadi penonton dalam permasalahan perlindungan konsumen, tetapi dapat bertindak tegas terhadap pelaku usaha yang terbukti merugikan masyarakat. Santo menyebutkan bahwa meskipun BPKN mungkin tidak memiliki kekuatan penuh untuk menghadapi perusahaan besar seperti Pertamina, setidaknya lembaga ini bisa mengambil langkah hukum terhadap produsen minyak goreng yang tidak memenuhi standar.
Sebagai contoh, PIM menyoroti PT. Arta Eka Global Asia, PT. Tunas Agro Indo Lestari, dan Koperasi Produsen UMKM Kelompok Terpadu Nusantara yang diduga memproduksi minyak goreng MinyaKita dengan takaran kurang dari satu liter serta menjualnya di atas HET, yaitu Rp. 17.000 hingga Rp. 18.000 per liter.
“Jika BPKN tidak bertindak tegas, maka kredibilitasnya sebagai lembaga perlindungan konsumen akan semakin dipertanyakan,” tegas Santo.
Polemik ini kembali menyoroti urgensi reformasi dalam sistem perlindungan konsumen di Indonesia. Publik kini menunggu langkah nyata BPKN dalam menindaklanjuti kasus-kasus yang merugikan konsumen demi menciptakan pasar yang lebih adil dan transparan.
Artikel Lain : RUU Perampasan Aset Dicoret, PIM sebut Tambahan Inkonsisten DPR