
Oleh Kirana Klaudia A., Nevio Zabry R., Siti Zahra N.| Semester 2 Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu sosial dan Imu Politik Universitas Muhammadiyah Tangerang.
ABSTRAK
Ibadah Mahdhah adalah bentuk ibadah yang tata cara pelaksanaannya telah ditetapkan secara rinci dalam syariat Islam, termasuk syarat, rukun, waktu, dan ketentuan lainnya. Salah satu contoh dari ibadah mahdhah adalah Shalat, Shalat merupakan kewajiban utama dalam ajaran agama Islam yang memiliki dimensi spiritual, moral, dan sosial. Shalat menjadi kunci bagi seorang Muslim bahkan dalam sebuah Hadist “Sesungguhnya amalan yang pertama kali dihisab dari seseorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Jika shalatnya baik, maka ia akan beruntung dan selamat. Jika shalatnya rusak, maka ia akan merugi dan celaka” diriwayatkan oleh Tirmidzi dan An Nasai’. Ini menjadi bukti bahwasannya shalat menjadi salah satu hal yang krusial terhadap seorang Muslim, maka dari itu shalat diatur sedemikian rupa menjadi ibadah mahdhah.
Salah satu syarat wajibnya shalat adalah baligh, dimana menurut wikipedia baligh adalah istilah hukum islam yang menunjukan seseorang telah mencapai kedewasaan. Baligh menjadi salah satu alasan wajibnya shalat melekat pada kita sebagai generasi muda yang terhitung sudah baligh. Bagi generasi muda, terutama yang sedang dalam masa transisi seperti remaja dan mahasiswa, praktik ibadah ini seringkali menghadapi tantangan dan kendala yang kompleks. Apalagi generasi muda sekarang notabenya adalah orang orang yang sangat mengenyampingkan sebuah keagamaan dan adat serta mendukug maju sebuah peradaban modern, prinsip dasar berfikir seperti ini bukankah lebih bagus jika memang harus berjalan satu linear antara Agama dengan kemodernan peradaban. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisa guna memahami secara mendalam bentuk-bentuk tantangan dan faktor penyebab kendala dalam pelaksanaan shalat di kalangan generasi muda Muslim. Data dikumpulkan melalui studi pustaka, serta analisis jurnal.
Hasil kajian menunjukkan bahwa kendala praktik shalat di kalangan generasi muda tidak hanya disebabkan oleh faktor individual, seperti lemahnya pemahaman keagamaan dan rendahnya motivasi spiritual, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti lingkungan sosial, budaya populer, gaya hidup modern, serta kurangnya peran keluarga dan lembaga pendidikan. Menurut data survei yang dilakukan oleh Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI (2022), sekitar 31,2% remaja Muslim di Indonesia mengakui sering meninggalkan shalat karena alasan kesibukan, pengaruh pergaulan, serta kurangnya pemahaman atas urgensi ibadah tersebut. Sementara itu, hasil studi di jurnal Jurnal Pendidikan Agama Islam Al-Thariqah (Amalia, 2021) mengungkap bahwa mahasiswa tahun pertama di beberapa kampus negeri di Indonesia mengalami penurunan rutinitas shalat berjamaah hingga 40% setelah memasuki kehidupan kampus.
Faktor lain yang menyebabkan kendala dalam pelaksaan ibadah shlat secara khusus mengenai ibadah mahdhah banyak generasi muda memahami agama sebagai sesuatu yang bersifat non fleksibel tanpa penghayatan mendalam, karena sebab ini generasi muda mengidekan sebuah hal yang cacat berfikirnya yaitu menfleksibelkan sesuatu yang non fleksibel, Hal ini juga diperparah oleh derasnya arus media sosial dan digitalisasi yang cenderung memprioritaskan eksistensi dunia maya dibandingkan realitas spiritual. Hal ini pun sejalan dengan eksistensi kampus yang belum mempererat sebuah pendidikan spiritual dan moral secara inklusif. Sebagai contoh, beberapa kampus swasta dan negeri belum memiliki kebijakan yang mengintegrasikan ibadah ke dalam aktivitas harian akademik, serta saat ini juga peran organisasi keagamaan lebur dengan perkembangan zaman mengenai faktor pendidikan moral dan spiritual yang seharusnya bisa dipegang teguh sebagai ideologi organisasinya.
Penelitian ini juga menemukan bahwa peran keluarga masih menjadi faktor signifikan. Anak muda yang berasal dari keluarga dengan tradisi religius yang kuat cenderung lebih konsisten dalam menjalankan ibadah shalat. Namun, peran ini makin melemah seiring dengan meningkatnya angka urbanisasi, keluarga broken home, dan budaya individualisme di masyarakat. Pendekatan pendidikan agama yang hanya menekankan pada aspek kognitif tanpa pendekatan afektif dan praktik juga berkontribusi pada lemahnya komitmen ibadah.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa untuk meningkatkan praktik ibadah mahdhah (shalat) di kalangan generasi muda, perlu pendekatan yang lebih integratif antara keluarga, institusi pendidikan, dan lingkungan sosial. Diperlukan inovasi dalam dakwah digital yang mampu menyentuh aspek emosional dan kebutuhan spiritual anak muda, serta penguatan pembinaan keagamaan berbasis komunitas. Dengan pemahaman yang menyeluruh terhadap tantangan ini, diharapkan muncul kebijakan strategis yang mampu membentuk generasi muda yang religius secara utuh.
PENDAHULUAN
Ibadah mahdhah adalah ibadah yang tata cara, waktu, dan bentuknya telah ditentukan secara rinci oleh syariat Islam, dan tidak boleh diubah atau ditambah sedikit pun oleh manusia. Salah satu bentuk utama dari ibadah mahdhah ini adalah shalat, yang merupakan tiang agama dan menjadi tolok ukur keimanan serta ketaatan seorang Muslim. Dalam konteks kehidupan keagamaan umat Islam, shalat menempati posisi yang sangat penting karena merupakan ibadah yang pertama kali akan dihisab di hari kiamat, sekaligus menjadi penyejuk jiwa serta sarana komunikasi langsung antara hamba dengan Tuhannya.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan pola hidup masyarakat, praktik shalat khususnya di kalangan generasi muda menghadapi berbagai tantangan dan kendala. Perubahan gaya hidup, kemajuan teknologi informasi, serta pengaruh budaya luar, telah memberikan dampak besar terhadap prioritas dan kebiasaan generasi muda dalam menjalankan ibadah mahdhah ini. Banyak dari mereka yang kurang memahami urgensi shalat, atau bahkan melaksanakannya hanya sebagai rutinitas tanpa pemaknaan yang mendalam. Di sisi lain, tekanan akademik, aktivitas sosial, dan gaya hidup modern turut menyebabkan mereka menunda-nunda atau bahkan meninggalkan shalat.
Kendala lain yang dihadapi generasi muda dalam melaksanakan shalat juga berkaitan dengan kurangnya pemahaman agama yang komprehensif, lemahnya peran keluarga sebagai pembimbing spiritual, serta lingkungan sosial yang tidak mendukung, ini yang menyebabkan banyak sekali generasi muda yang mengenyampingkan sebuah hasrat untuk beribadah ditengah-tengah adat atau hal yang Dalam beberapa kasus, bahkan terjadi disorientasi nilai, di mana keberhasilan dan pencapaian hidup lebih diukur dari prestasi duniawi semata, sementara aspek spiritual dikesampingkan. Realitas ini menimbulkan keprihatinan mendalam, terutama karena generasi muda adalah penerus bangsa dan agama di masa depan.
Sebagai generasi yang hidup di tengah arus globalisasi dan modernisasi, pemuda Muslim sering kali menghadapi konflik batin antara kebutuhan spiritual dan godaan duniawi. Hal ini diperparah oleh minimnya tokoh panutan di lingkungan sekitar yang mampu memberikan teladan dalam beribadah dengan khusyuk dan istiqamah. Dalam konteks ini, peran institusi pendidikan, keluarga, dan tokoh agama menjadi sangat penting untuk membangun kembali kesadaran spiritual di kalangan generasi muda.
Selain itu, ada kecenderungan meningkatnya distraksi digital yang membuat konsentrasi generasi muda terpecah. Penggunaan gawai, media sosial, dan hiburan daring selama berjam-jam dalam sehari membuat waktu untuk beribadah menjadi tersisihkan. Tak sedikit yang merasa “malas” shalat karena tidak merasakan kenikmatan dalam ibadah tersebut, yang sejatinya berakar dari kurangnya pemahaman makna shalat itu sendiri. Maka dari itu, penguatan nilai-nilai keagamaan melalui pendekatan kontekstual menjadi kebutuhan mendesak agar shalat tidak hanya menjadi kewajiban yang bersifat formalitas, melainkan kebutuhan spiritual yang tumbuh dari kesadaran diri.
Penelitian ini mencoba menggali lebih dalam tentang faktor-faktor yang menjadi tantangan dan kendala dalam praktik ibadah shalat di kalangan generasi muda, dengan tujuan untuk menemukan pola-pola tertentu yang bisa dijadikan bahan refleksi dan rujukan dalam merancang strategi pembinaan keagamaan yang lebih relevan dengan konteks kehidupan mereka saat ini. Melalui pendekatan kualitatif, diharapkan penelitian ini mampu memberikan gambaran yang utuh, serta menawarkan solusi yang aplikatif dalam mendukung pembentukan karakter religius dan komitmen spiritual pada generasi muda.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai kesulitan yang dihadapi mahasiswa Muslim dalam menjaga konsistensi ibadah di lingkungan kampus. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, data dikumpulkan melalui observasi dan studi literatur untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi konsistensi ibadah, seperti kehadiran di tempat ibadah dan keterlibatan dalam kegiatan keagamaan. Analisis dilakukan secara deskriptif untuk menjelaskan tantangan, dampak, serta upaya mahasiswa dalam menjaga ibadah di tengah tekanan akademik dan sosial. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran yang jelas mengenai hambatan dan strategi mahasiswa Muslim dalam mempertahankan konsistensi ibadah di kampus.
HASIL DAN PEMBAHASAN
KONSEP IBADAH MAHDHAH
1. PENGERTIAN IBADAH
Ibadah mahdhah atau ibadah khusus yaitu ibadah langsung kepada Allah SWT, tata cara pelaksanannya pun telah diatur dan ditetapkan olleh Allah SWT dan dicontohkan Rasulullah SAW. Karena itu pelaksanannya sangat ketat, yaitu harus sesuai dengan contoh Rasulullah. Allah dan Rasulnya telah menetapkan pedoman atau cara yang harus ditaati dalam beribadah, tidak boleh ditambah-tambah atau dikurang-kurangi. Penambahan atau pengurangan dari kententuan-ketentuan ibadah yang ada dinamakan bid’ahdan berakibat batalnya ibadah yang dilakukan. Contoh ibadah khusus adalah shalat (termasuk di dalamnya thoharah) puasa, zakat, dan haji. (Shiddieqy dan Hasbi, 2001)
Ibadah mahdhah adalah hubungan manusia dengan tuhannya, yaitu hubungan akrab dan suci antara seorang muslim dengan Allah SWT yang bersifat ritual (peribadatan), ibadah mahdhah merupakan manifestasi dari rukun islam yang 5, atau juga sering disebut ibadah yang langsung selain itu juga ibadah mahdhah adalah ibadah yang perintah dan larangannya sudah jelas secara zahir dan tidak memerlukan penambahan atau pengurangan. (Dzajuli, 2011)
2. BENTUK-BENTUK IBADAH MAHDHAH
A. SHALAT
Shalat adalah ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang sudah ditentukan, dimulai engan takbiratul ihra dan di akhiri dengan salam, dikerjakan untuk membuktikan pengabdian dan kerendahan diri kepada Allah SWT dan dengan memenuhi syarat rukun.
B. PUASA
Puasa dari segi bahasa berari menahan atau mencegah. Sedangkan dari segi istilah puasa adalah menahan makan dan minum serta mmembatalkannya sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
C. ZAKAT
Zakat berarti suci, berish atau bertambah subu, sedangkan dari segi istilah zakat berarti kadar harta tertentu yang diberikan. Mengeluarkan zakat hukumnya wajib bagi seorang muslim yang memiliki harta yang telah mencapai hisab. (ketentuan minimal yang wajib dikeluarkan zakatnya)
D. HAJI
Haji adalah sengaja mengunjungi ka’bah (tanah suci) untuk menunaikan amal ibadah tertentu, pada waktu bulan haji dengan niat yang ikhlas karena Allah SWT. Haji merupakan rukun islam ke-5, rukun islam ini berbeda dengan rukun islam yang lainnya, karena hanya wajib sekali saja dalam seumur hidup bagi yang memenuhi syarat.
3. REMAJA ATAU GENERASI MUDA
PENGERTIAN REMAJA
Remaja adalah “masa peralihan dari anak menjelang dewasa”. Masa remaja adalah “menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status orang dewasa tetapi tidak lagi memiliki status kanak-kanak”. Dalam hal ini Zakiah Daradjat mengungkapkan pengertian remaja sebagai mana dikutip Sofyan S.Willis dalam bukunya, Problema Remaja, dan Pemecahannya sebagai berikut:
Remaja adalah usia transisi, yakni seorang individu telah meninggalkan usia anak-anak yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang kuat dan penuh tanggung jawab, baik terhadap dirinya maupun terhadap masyarakat. Banyaknya masa transisi ini tergantung kepada keadaan dan tingkat sosial masyarakat dimana ia hidup. Semakin maju masyarakat semakin panjang usia remaja, karena ia harus mempersiapkan diri untuk menyesuaikan diri dalam masyarakat yang banyak syarat dan tuntutannya.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa peralihan dari anak menjadi dewasa yang tergantung kepada keadaan dan tingkat sosial masyarakat di mana ia hidup. Pada masa remaja sikap ingin meniru mulai menonjol, meniru apa saja yang di lihat, didengar dan dihayati. Apa saja yang dirasakan, indah/baik di ikutinya. Tentang sikap ingin diperhatikan oleh orang lain berupa perwujudan dari tingkah laku yang aneh-aneh, seperti memakai pakaian yang mencolok, mode yang terbaru, suka ngebut dijalan, mencoba yang terlarang dan akhirnya akan berujung pada perilaku yang menyimpang.
Remaja berdasarkan tiga kriteria (biologis, psikologis, sosial ekonomi) adalah:
- Remaja adalah situasi masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
- Remaja adalah suatu masa ketika individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.
- Remaja adalah suatu masa ketika terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.
Dilihat dari bentuk dan macamnya, perliku remaja dapat dibagi kepada dua bagian. Pertama perilaku yang terpuji seperti berlaku jujur, amanah, adil ikhlas, sabar, tawaka, bersyukur, memelihara dari dosa, rela menerima pemberian Tuhan, berbaik sangka, suka menolong, pemaaf dan sebagainya. Kedua akhlak yang tercela seperti, menyalah gunakan kepercayaan, mengingkari janji, menipu, berbuat kejam, pemarah, berbuat dosa dan sebagainya.
4. FAKTOR-FAKTOR YANG MENJADI TANTANGAN DAN KENDALA IBADAH (SHOLAT) BAGI REMAJA ATAU GENERASI MUDA
1.) FAKTOR INTERNAL
A. TIDAK BISA MENGATUR WAKTU DENGAN BAIK
Tidak jarang bagi anak muda masih susah umtuk mengatur waktu dengan baik. Masih banyak anak muda yang lebih memilih untuk nongkrong atau makan dan bisa jadi berpergian kesebuah mall dibandingankan beribadah, mungkin ada beberapa dari kalangan anak muda yag masih mengingat utnuk beribadah kepada Allah karena di zaman sekarang sangat amat memprihatinkan untuk masalah ibadah ini. Bisa jadi hal ini disebabkan karena dari beberapa anak muda yang sibuk dengan kerjanya atau padatnya jadwal kuliah. Misalnya jarak istirahat yang satu dengan yang satunya hanya 1 jam dan mereka menggunakan waktu itu untuk makan ke kantin terlebih dahulu, dari apa yang sudah dirasakan seperti iti, mereka lebih memilih ke tempat makan terlebih dahulu dibandigankan beribadah terlebih dahulu.
B. TINGGINYA RASA MALAS
Rasa malas dan jenuh ini sudah menjadi fenomena yang sering terjadi di kalangan kaum muslimin terlebih lagi di kalangan remaja, baik laki-laki maupun perempuan, diantara ibadah yang sering kali para remaja malas mengerjakannya adalah shalat. Hal ini terjadi karena usia remaja adalah usia peralihan, sehingga banyak di usia mereka yang sekarang ini menjadi remaja yang labil.
Apalagi dengan keadaan zaman yang makin maju dan perkembangan teknologi yang semakin canggih, bisa menjadi kan remaja semkin lalai dalam sholatnya. Maka tak jarang kita lihat remaja menunda-nunda sholat atau tidak mengerjakannya di awal waktu, tak jarang di antara mereka yang bahkan tidak melaksanakan sholat. Padahal sholat adalah kewajiban utama yang harus dilakukan oleh orang muslim, barangkali ini terjadi karena mereka belum mengetahui kedudukan shalkla di dalam islam, bahwasanya shalat adalah tiang agama yang harus ditegakkan. Atau bisa jadi mereka belum mengetahui besarnha keutamaan yang akan diraih oleh orang yang mengerjakan sholat.
C. KURANGNYA PEMAHAMAN AGAMA
Agama sebagai jalan hidup pemberi rambu-rambu yang jelas menjadi sebuah keharusan bagi setiap orang mempelajari serta menjalankan apa yang diyakininya. Korelasi kemuduran moral dan intelektual pemuda saat ini terjadi implikasi pembelajaran agama yang seolah tidak diajarkan dengan terstruktur bahkan terkesan diabaikan. pandangan mereka tentang makna agama bagi kehidupan. Mereka menganggap bahwa agama itu bukanlah sesuatu yang begitu diperlukan dalam kehidupan. “Mereka tidak terlalu perlu dengan agama, karena memang mereka tidak mengalami banyak masalah dalam kehidupannya. Jika kembali kepada teori mengapa agama itu diperlukan? Salah satunya orang itu perlu agama ketika ia hidupnya susah. Ketika orang tersebut hidupnya susah, maka ia akan makin dekat dengan agama. Zikirnya makin kenceng dan salatnya makin banyak. Jika perlu salat 5 waktu ditambah salat lain karena mereka merasa secara spiritualitas itu lebih tenang,” tutur Mu’ti.
2.) FAKTOR EKSTERNAL
A. LINGKUNGAN SOSIAL YANG TIDAK MENDUDKUNG
Lingkungan sosial memiliki peran yang signifikan dalam membentuk kesadarn anak muda dalam menjalankan ibadah sholat. Pengaruh dari lingkungan sosial dapat mempengaruhi pemahaman mereka tentang pentingnya sholat, motivasi untuk melaksanakannya, dan kesadaran akan manfaat spiritual yang diperoleh darinya.
Jikia lingkungan sosial yang mereka hadapi tidak mendorong praktik sholat, anak muda dapat kehilangan kesadaran dan menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak penting. Misalnnya jika keluarga mereka tidak memberikan contoh yang baik dalam melaksanakan sholat atau tidak memberikan pngertian yang cukup tentang pentingnya ibadah tersebut, anak muda mungkin tidak memiliki kesadaran yang kuat untuk melaksanakannya.
B. PERGAULAN BEBAS
Pergaulan bebas merupakan salah satu masalah pada remaja, menurut KBBI pergaulan bebas adalah jalinan pertemanan dalam kehidupan bermasyarakat yang bersifat lepas atau tidak terikat, maka dari itu pergaulan bebas menurut KBBI ini adalah sebuah masalah yang terjadi ketika sekelompok orang melakukan aktivitas diluar norma budaya dan agama yang berlaku ditengah-tengah masyarakat. Contohnya adalah minum-minuman keras dan perilaku pacaran. Dari yang terjadi beberapa contoh di atas saja itu sudah termasuk hal-hal yang tidak disukai atau dilarang oleh Allah tetapi mereka melakukan itu dengan kesadaran diri mereka sendiri. Jadi pergaulan bebas juga dapat membuat anak muda meninggalkan sholat, Pergaulan bebas dapat memberikan dampak yang signifikan bagi pelakunya. Dari perspektif agama, mereka yang terus-menerus terlibat dalam perilaku maksiat akan memberikan noda-noda hitam dalam hati mereka, dan semangat untuk beribadah akan berkurang seiring waktu. Selain itu, ada ancaman dari Allah bagi mereka yang terlibat dalam berbagai bentuk pergaulan bebas. Kecenderungan untuk terus-menerus melakukan kemaksiatan dapat membuat seseorang lupa bahwa semua tindakan maksiat akan dimintai pertanggung jawaban pada hari akhir.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai Tantangan dan Kendala Praktik Ibadah Mahdhah (Shalat) Bagi Generasi Muda, dapat disimpulkan bahwa realitas praktik ibadah mahdhah khususnya shalat di kalangan generasi muda saat ini berada dalam kondisi yang cukup memprihatinkan. Meskipun shalat merupakan ibadah utama yang menjadi tiang agama, masih banyak generasi muda yang mengabaikan kewajiban ini, baik secara sadar maupun karena terpengaruh faktor-faktor lingkungan dan perkembangan zaman.
Ditemukan bahwa faktor internal yang mempengaruhi kelalaian ibadah antara lain:
- Ketidakmampuan dalam mengatur waktu secara proporsional antara kegiatan akademik, sosial, dan ibadah.
- Tingginya rasa malas dan rasa jenuh terhadap kegiatan spiritual karena kurangnya pemahaman makna mendalam dari ibadah itu sendiri.
- Lemahnya pemahaman terhadap ajaran agama Islam, di mana shalat tidak lagi diposisikan sebagai kebutuhan spiritual, melainkan sekadar kewajiban formal yang bisa ditinggalkan.
Sedangkan faktor eksternal yang berkontribusi besar mencakup:
- Lingkungan sosial yang tidak mendukung praktik keberagamaan seperti keluarga yang kurang religius atau teman-teman sebaya yang tidak peduli terhadap nilai-nilai spiritual.
- Budaya pergaulan bebas yang menjauhkan remaja dari nilai-nilai moral dan etika Islam.
- Minimnya peran institusi pendidikan dan kampus dalam membentuk budaya spiritual yang kuat di lingkungan akademik.
Penelitian juga menunjukkan bahwa dominasi budaya modern dan arus digitalisasi sangat mempengaruhi gaya hidup generasi muda, di mana keberadaan media sosial dan hiburan digital seringkali menjadi distraksi utama dari aktivitas ibadah. Banyak remaja yang lebih memilih waktu untuk scrolling, streaming, atau nongkrong dibandingkan dengan menyempatkan waktu untuk shalat tepat waktu. Hal ini membuktikan bahwa shalat belum benar-benar menjadi prioritas dalam kehidupan sebagian besar generasi muda masa kini.
Selain itu, lemahnya peran institusi keagamaan dan organisasi mahasiswa Islam yang seharusnya menjadi agen perubahan juga menjadi catatan penting. Banyak dari organisasi ini justru terjebak dalam rutinitas formalitas tanpa menghadirkan pendekatan yang menyentuh aspek afektif dan emosional dari ibadah. Padahal generasi muda saat ini lebih membutuhkan pendekatan yang tidak hanya berbasis doktrin, tapi juga menyentuh hati dan logika mereka.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa praktik ibadah mahdhah (shalat) di kalangan generasi muda sangat dipengaruhi oleh kombinasi antara rendahnya pemahaman, lemahnya dukungan sosial, serta kuatnya arus modernisasi yang tidak dibarengi dengan pendampingan spiritual yang tepat. Tanpa intervensi yang serius dari berbagai pihak, generasi muda akan semakin menjauh dari nilai-nilai keagamaan yang seharusnya menjadi fondasi dalam kehidupan mereka.
SARAN
Berdasarkan hasil kajian dan analisis yang telah dilakukan, maka penulis memberikan beberapa saran sebagai upaya strategis untuk mengatasi tantangan dan kendala dalam praktik ibadah mahdhah (shalat) di kalangan generasi muda:
1. Penguatan Pendidikan Agama yang Menyeluruh
Lembaga pendidikan formal dan nonformal harus mulai menerapkan pendidikan agama yang berbasis afektif dan praksis, bukan hanya kognitif. Artinya, siswa dan mahasiswa perlu diajak memahami makna shalat secara mendalam melalui pengalaman spiritual langsung, bukan sekadar menghafal syarat dan rukun.
2. Revitalisasi Peran Keluarga
Keluarga merupakan fondasi utama pembentukan karakter religius. Oleh karena itu:
- Orang tua harus menjadi role model dalam pelaksanaan ibadah shalat secara konsisten.
- Perlu ada pendekatan dialogis dalam membangun kesadaran anak, bukan hanya berupa perintah dan larangan.
- Membangun suasana spiritual di rumah, seperti membiasakan shalat berjamaah atau membaca Al-Qur’an bersama.
3. Optimalisasi Lembaga Dakwah Kampus dan Organisasi Keislaman
Lembaga dakwah kampus seperti LDK, IMM, atau organisasi mahasiswa Islam lainnya harus melakukan inovasi program yang menyentuh kebutuhan spiritual generasi muda, misalnya:
- Kajian tematik dengan pendekatan emotional-spiritual.
- Program mentoring ibadah yang disesuaikan dengan gaya hidup mahasiswa.
- Kegiatan retreat atau spiritual camp untuk memperkuat kesadaran beragama.
4. Pemanfaatan Media Digital Sebagai Sarana Edukasi
Karena generasi muda sangat terikat dengan dunia digital, maka perlu adanya:
- Kampanye digital dakwah yang dikemas menarik, seperti video pendek, konten TikTok, Instagram Reels, podcast Islami, dsb.
- Mendorong para influencer Muslim untuk lebih aktif menyampaikan konten dakwah yang ringan, kontekstual, dan relatable.
5. Pemberdayaan Komunitas dan Masjid Ramah Anak Muda
Masjid dan komunitas Islam harus menjadi tempat yang menyenangkan dan inklusif bagi remaja, dengan cara:
- Menyediakan kegiatan yang bersifat edukatif dan rekreatif namun bernuansa Islami.
- Melibatkan pemuda dalam kepengurusan masjid agar merasa memiliki dan berperan.
- Menyediakan ruang diskusi atau mentoring spiritual di lingkungan masjid.
6. Kebijakan Kampus yang Mendukung Pembinaan Spiritual
Kampus harus menyediakan fasilitas dan program yang mendorong mahasiswa untuk menjaga ibadah, seperti:
- Jadwal kegiatan akademik yang tidak berbenturan dengan waktu shalat.
- Adanya ruang ibadah yang nyaman dan mudah diakses.
- Penyisipan nilai-nilai keagamaan dalam mata kuliah umum.
7. Penyuluhan dan Konseling Keagamaan
Layanan konseling spiritual dan penyuluhan ibadah bagi mahasiswa perlu dikembangkan lebih aktif, terutama bagi mereka yang berasal dari latar belakang keluarga yang kurang religius atau mengalami krisis identitas spiritual.
DAFTAR PUSTAKA
- Amalia, N. (2021). Peran Lembaga Pendidikan Islam dalam Membentuk Karakter Ibadah Mahasiswa. Jurnal Pendidikan Agama Islam Al-Thariqah, 6(1), 55-67.
- Kementerian Agama Republik Indonesia. (2022). Survei Nasional Keagamaan Remaja Muslim Indonesia. Badan Litbang dan Diklat.
- Muslich, M. (2020). Modernisasi dan Tantangan Ibadah Mahdhah Generasi Milenial. Jurnal Studi Islam Kontemporer, 18(2), 101-115.
- Hidayatullah, M. (2023). Transformasi Religiusitas Generasi Muda di Era Digital. Jurnal Pemikiran Islam dan Pendidikan, 11(3), 132-148.
- Zainuddin, M. (2019). Peran Keluarga dalam Menanamkan Nilai-Nilai Ibadah Mahdhah pada Remaja. Jurnal Tarbiyatuna, 10(2), 77-88.
- Suharto, E. (2022). Dakwah Digital dan Gaya Hidup Religius Anak Muda. Jurnal Komunikasi Islam, 5(1), 45-59.
- Al-Qur’an al-Karim.
- Al-Mubarakfuri, S. R. (2001). Ar-Rahiq al-Makhtum (Sirah Nabawiyah). Riyadh: Darussalam.
- Azra, Azyumardi. (2002). Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Kompas.
- Fakih, Mansour. (2013). Analisis Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
- Hidayat, Komaruddin. (2006). Psikologi Beragama. Jakarta: Kompas.
- Nurcholish Madjid. (1992). Islam: Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Yayasan Paramadina.
- Suyanto, Bagong & Sutinah. (2010). Problematika Sosial Remaja. Yogyakarta: Kencana.
- Tim Peneliti UIN Jakarta. (2019). Tren Keberagamaan Generasi Milenial Muslim Indonesia. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Press.
- Zakiyah Daradjat. (1996). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.