
Oleh Alpun Hasanah, Mega Nanda Kartika Sari, Sausan Dwiyani, Siti Maryam | Semester 2 Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu sosial dan Imu Politik Universitas Muhammadiyah Tangerang.
Abstrak
Akhlak menempati posisi sentral dalam konstruksi pemikiran Islam Muhammadiyah sebagai manifestasi konkret dari nilai-nilai ketauhidan dan kemanusiaan universal. Penelitian ini bertujuan mengkaji konseptualisasi akhlak dalam perspektif K.H. Ahmad Dahlan serta implementasinya dalam sistem pendidikan Muhammadiyah kontemporer. Menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kepustakaan (library research), penelitian ini menganalisis berbagai sumber primer termasuk karya-karya Abdul Munir Mulkhan dan dokumen otentik pemikiran K.H. Ahmad Dahlan, serta sumber sekunder terkait pendidikan akhlak dalam tradisi Muhammadiyah. Hasil penelitiannya mengungkapkan terdapat lima dimensi akhlak menurut K.H. Ahmad Dahlan yang menawarkan pendekatan holistik yang relevan untuk menjawab tantangan modern dengan tetap berpegang pada nilai-nilai Islam, yaitu dengan (1) Akhlak terhadap Allah SWT, (2) Akhlak terhadap Diri Pribadi, (3) Akhlak terhadap Keluarga, (4) Akhlak terhadap Manusia/Masyarakat, dan (5) Akhlak terhadap Negara.
PENDAHULUAN
Akhlak merupakan salah satu pilar penting dalam ajaran Islam yang tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga hubungan antar sesama manusia dan alam semesta. Sebagai organisasi Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah, Muhammadiyah menempatkan akhlak sebagai bagian integral dari gerakan pembaruan (tajdid) yang bertujuan untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik sesuai dengan prinsip “Fastabiqul Khairat” (berlomba-lomba dalam kebaikan).
Dalam perspektif pendiri Muhammadiyah, akhlak tidak hanya bersifat individual, tetapi juga memiliki dimensi sosial yang kuat, sejalan dengan misi dakwah dan tajdid untuk menciptakan masyarakat yang berkeadaban (civil society).
Muhammadiyah memandang akhlak sebagai manifestasi dari iman dan ilmu yang tercermin dalam perilaku sehari-hari. K.Η. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, menekankan pentingnya akhlakul karimah melalui keteladanan dan praktik nyata, bukan sekadar teori.
Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam QS. Al-Qalam: 4, “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung,”. Rasulullah SAW juga diutus untuk menyempurnakan akhlak, sehingga Muhammadiyah menjadikan akhlak sebagai landasan dalam membangun karakter umat yang unggul (khaira ummah).
Dalam konteks keumatan, Muhammadiyah mengembangkan konsep akhlak yang bersifat dinamis dan kontekstual, yakni akhlak yang tidak hanya menjaga tradisi tetapi juga responsif terhadap perkembangan zaman. Melalui berbagai amal usaha seperti pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial, Muhammadiyah berupaya menanamkan nilai-nilai akhlak Islami yang inklusif, toleran, dan berorientasi pada kemaslahatan umat. Akhlak dalam Muhammadiyah juga mencakup etos kerja, kedisiplinan, dan tanggung jawab sosial, yang menjadi ciri khas gerakan ini.
Oleh karena itu, memahami akhlak dalam perspektif pendiri Muhammadiyah berarti melihatnya sebagai sebuah sistem nilai yang terintegrasi dengan gerakan pembaruan Islam. Artikel ini akan mengkaji lebih dalam tentang konsep dan implementasi akhlak dalam perspektif pendiri Muhammadiyah?.
METODE PENELITIAN
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Metode pengumpulan data yaitu melalui studi kepustakaan (library research) yang mana cara menganalisis literature yang ada secara sistematis seperti artikel, buku, jurnal, dan dokumen yang berkaitan dengar tema penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsep akhlak menurut perspektif pendiri Muhammadiyah yaitu K.H Ahmad Dahlan penulis juga menemukan klasifikasi konsep akhlak K.H. Ahmad Dahlan yakni ada 5, diantaranya:
A. Akhlak terhadap Tuhan/Allah SWT
Dalam pandangan Abdul Munir Mulkhan, Ahmad Dahlan mengadopsi model sufisme Al-Ghazali, yang berkaitan dengan perspektif religiusnya mengenai hubungan antara manusia dan Pencipta. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa manusia perlu mengembangkan hasrat cinta kepada Allah serta melakukan pencegahan terhadap hawa nafsunya. Ia menekankan kesadaran akan kematian, pertanggungjawaban setelah mati, serta adanya pahala dan dosa sebagai konsekuensi dari aktivitas di dunia yang harus dihadapi oleh setiap individu.
Oleh karena itu, manusia seharusnya mempersiapkan diri untuk menghadapi hal tersebut sebelum terlambat. Tanpa adanya mujahadah dalam menahan nafsu, seseorang tidak akan mampu mencapai tingkat kereligiusan yang tinggi.
Merujuk pada karya Abdul Munir Mulkhan, terdapat beberapa pokok pandangan dan pemikiran keagamaan K.H. Ahmad Dahlan yang berkaitan dengan akhlak terhadap Allah SWT yaitu: (a) Dalam membahas masalah aqidah, pemikirannya sejalan dengan ulama Salaf. (b) Menurut beliau, beragama berarti beramal, yang mencakup karya dan tindakan yang merujuk pada Al-Qur’an dan Sunnah. Seorang yang beriman adalah individu yang mengarahkan hidup dan jiwanya kepada Allah SWT.
—yang dapat diwujudkan melalui aksi dan kiprah yang ditujukan kepada-Nya. (c) Sumber utama hukum Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah; jika keduanya tidak memberikan pedoman yang spesifik, diperlukan logika berpikir melalui penalaran, ijma’, dan qiyas. (d) Pemahaman terhadap Al-Qur’an mencakup lima aspek: menginsafi, memahami, meninggalkan larangan, melaksanakan amalan yang baik, dan tidak membaca ayat lain sebelum melaksanakan amalan yang telah ditentukan. Penindakan yang nyata harus berlandaskan pada substansi Al-Qur’an dan institusi. Oleh karena itu, manusia perlu mendalami ilmu manthiq (penalaran) untuk mencapai pemahaman yang lebih mendalam.
B. Akhlak terhadap Diri Pribadi
Sebelum berdirinya Muhammadiyah, Ahmad Dahlan telah aktif dalam berbagai kegiatan dakwah dan aktivitas keagamaan. Pada tahun 1906, beliau dianugerahi gelar Ketib Amin oleh Masjid Besar Yogyakarta. Pada tahun berikutnya, beliau berpartisipasi dalan musyawarah dengan kalangan ulama, di mana beliau menyampaikan pandangannya mengenai arah kiblat sholat di Masjid Besar Yogyakarta.
Menurut penilaian beliau, arah kiblat tersebut masih dianggap tidak tepat. Berkat usulan dan usaha beliau dalam mencari kebenaran, kiblat masjid tersebut akhirnya digeser sedikit ke kanan melalui tindakan murid-muridnya.
Disisi lain, dalam upayanya mendirikan lembaga Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan menghadapi berbagai tantangan dan rintangan yang tidak mudah. Meskipun demikian, beliau tidak menunjukkan tanda-tanda untuk menyerah; sebaliknya, beliau tetap berpegang pada pendirian yang kuat dan bekerja keras. Hasil dari ketekunan, kesabaran, dan keistiqomahan beliau adalah lahirnya Organisasi Muhammadiyah.
Meskipun Muhammadiyah merupakan manifestasi dari pemikiran yang diinginkan oleh beliau, pencapaian cita-cita organisasi ini tidak terlepas dari usaha dan dedikasi yang telah beliau tunjukkan.
C. Akhlak terhadap Keluarga
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari buku yang diterbitkan oleh Museum Kebangkitan Nasional Kemendikbud, Ahmad Dahlan pernah menikah sebanyak empat kali. Dalam setiap pernikahannya, beliau menjunjung tinggi nilai kasih sayang terhadap istri dan anak-anaknya, serta menghormati dan menjalani kehidupan yang rukun. Ahmad Dahlan menerapkan prinsip keadilan di antara anggota keluarganya. Selama menjalani poligami, beliau tetap berpegang pada aturan agama Islam, sehingga beliau dapat menjalankan perannya sebagai suami dan menjadi ayah yang baik bagi anak-anaknya.
Kerukunan dalam keluarga Ahmad Dahlan didasarkan pada pandangannya terhadap derajat wanita, yang beliau anggap berada dalam kondisi yang mulia. Beliau juga pernah memberikan nasihat yang baik melalui pertanyaan yang diajukan kepada murid-murid wanitanya, menunjukkan perhatian dan penghargaan terhadap peran wanita dalam masyarakat.
D. Akhlak terhadap Sesama Manusia/Masyarakat
Dalam sebuah kutipan dari buku karya Abdul Munir Mulkhan, Ahmad Dahlan mengemukakan pandangan bahwa dalam memimpin kehidupan, seharusnya berpatokan pada mekanisme imam, yaitu Al-Qur’an. Beliau berpendapat bahwa semua manusia seharusnya memiliki satu tujuan yang sama, karena: (a) meskipun manusia berasal dari kebangsaan yang berbeda, pada dasarnya mereka adalah keturunan dari Adam dan Hawa, yang menunjukkan bahwa semua manusia adalah sedarah. (b) Jika manusia bersatu, maka mereka akan merasakan kebahagiaan hidup bersama di dunia.
Sebaliknya, jika manusia mengabaikan dua hal tersebut, mereka akan mengalami kehancuran, yang merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat disangkal. Oleh karena itu, pemimpin harus memperhatikan hal ini dengan sungguh-sungguh.
Selain pandangan tersebut, Ahmad Dahlan juga memiliki tujuan utama dalam Muhammadiyah yang berfokus pada pengembangan individu. Beliau terlebih dahulu berupaya menyelesaikan permasalahan akidah dikalangan santri-santrinya, agar mereka dapat memperkuat keyakinan keagamaan yang sahih dan mampu memahami ilmu keagamaan dalam konteks masyarakat yang lebih luas.
Setelah menyelesaikan masalah akidah, dan setelah berdirinya lembaga Muhammadiyah, beliau menekankan pentingnya integritas terhadap isu khurafat dan bid’ah. Dengan demikian, aqidah yang telah ditegakkan dalam lembaga tersebut menjadi landasan untuk mengembangkan sifat “senang dan suka beramal”.
E. Akhlak terhadap Bernegara
Pandangan K.H. Ahmad Dahlan mengenai kemajuan masyarakat bernegara dapat dirangkum dalam pernyataannya bahwa salah satu persoalan dalam memajukan umat Muslim adalah melalui pembekalan wawasan saintifik yang relevan dengan realitas kehidupan masyarakat. Pernyataan ini mencerminkan keprihatinan beliau terhadap masyarakat, dengan harapan agar individu individu dapat berperan sebagai guru, insinyur, dan profesional lainnya, sambil tetap terhubung dengan organisasi Muhammadiyah.
Muhammadiyah telah berdiri jauh sebelum kemerdekaan Indonesia, dan lembaga pendidikan yang didirikan oleh Muhammadiyah bertujuan untuk menyelamatkan pemikiran bangsa Indonesia dari pengaruh penjajahan, yang mencakup masalah ekonomi, sosial, politik, serta kebodohan.
Oleh karena itu, Muhammadiyah berkomitmen untuk mewujudkan negara yang adil, makmur, beradab, dan sejahtera, sesuai dengan prinsip “baldatun toyyibatun warobbun ghafür,”. Dengan demikian, pendirian sekolah-sekolah Muhammadiyah tidak diragukan lagi memiliki ciri khas keislaman yang berpadu dengan semangat kebangsaan Indonesia dan cinta tanah air.
Sekolah-sekolah yang didirikan oleh Muhammadiyah merupakan salah satu cita-cita Ahmad Dahlan dalam menciptakan sistem pendidikan. Pemikiran beliau menunjukkan bahwa pendidikan harus bersifat transformatif, mampu melahirkan generasi-generasi yang dapat mengubah kehidupan masyarakat menjadi lebih spiritual, baik, dan sejahtera secara material.
Adapun implementasi Akhlak dalam Perspektif Pendiri Muhammadiyah di dalam Pendidikan Perguruan Tinggi Muhammadiyah, yaitu:
- Implementasi akhlak terhadap Tuhan/Allah Swt: Kurikulum Mata kuliah AIKA terintegrasi dalaın kurikulum, mencakup aspek akidah, ibadah, akhlak, dan sejarah Muhammadiyah setiap satu minggu sekali. Kurikulumnya dirancang untuk membentuk karakter mahasiswa yang beriman, berakhlak mulia, dan berwawasan keislaman sesuai dengan ajaran Islam dan nilai-nilai Muhamunadiyah. Materi disesuaikan dengan tingkat pendidikan (misalnya, perbedaan maleri AIK di tingkat sekolah dasar dengan perguruan tinggi).
- Implementasi akhlak terhadap Diri Pribadi: Sebagai manusia, selalu berpegang teguh pada prinsip berusaha keras untuk mencapai tujuan. Dengan tetap berpegang teguh kepada nilai-nilai moral dan agama dengan kata tidak menyerah dalam menghadapi berbagai situasi, kesulitan dan tantangan.
- Implementasi akhlak terhadap keluarga: Berbakti kepada orang tua (Birrul Walidain), dengan senantiasa menghormati, dan berbicara sopan kepada orang tua selain ibu dan bapak (paman, bibi, kakek dan nenek), bahkan saat berpendapat. Membantu pekerjaan rumah tanpa disuruh (membersihkan rumah, dan memasak) merupakan akhlak terhadap keluarga dengan cara berbakti.
- Implementasi akhlak terhadap sesama manusia/masyarakat: Menjadi pemimpin yang berintegritas. Misal dalam memimpin organisasi kemahasiswaan (IMM, Himpunan Mahasiswa Islam, dan lain-lain). Dengan prinsip keadilan, transparansi, dan kepedulian sosial. Serta terlibat aktif dalam kegiatan Lazisma (Lembaga, Zakal, Infaq dan Shodaqoh Muhammadiyah) untuk membantu kaum dhuafa.
- Implementasi akhlak terhadap bernegara: Menjaga persatuan dan kesatuan banga (Al-Wahdah) dengan menghargai perbedaan suku, agama, dan budaya dalam Bhinneka Tunggal Ika.
//
KESIMPULAN
Kesimpulan dari pemikiran K.H. Ahmad Dahlan mengenai akhlak dapat dirangkum dalam beberapa poin penting yang mencerminkan nilai-nilai yang harus dipegang oleh setiap individu dalam berbagai aspek kehidupan.
- Akhlak terhadap Tuhan/Allah SWT menekankan pentingnya cinta kepada Allah, kesadaran akan kematian, dan pertanggungjawaban di akhirat, yang harus diimbangi dengan mujahadah untuk menahan hawa nafsu.
- Akhlak terhadap diri pribadi mengajak individu untuk berusaha keras mencapai tujuan hidup dengan tetap berpegang pada nilai-nilai moral dan agama, serta tidak menyerah dalam menghadapi tantangan.
- Akhlak terhadap keluarga menggarisbawahi pentingnya berbakti kepada orang tua dan anggota keluarga lainnya, serta menjalani kehidupan yang harmonis dan penuh kasih sayang.
- Akhlak terhadap sesama manusia/masyarakat menekankan perlunya integritas dalam kepemimpinan, keadilan, dan kepedulian sosial, serta keterlibatan aktif dalam kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat.
- Akhlak terhadap bernegara mengajak setiap individu untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, menghargai perbedaan, dan berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera.
Implementasi nilai-nilai akhlak ini dalam pendidikan, khususnya di Perguruan Tinggi Muhammadiyah, menunjukkan komitmen untuk membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki karakter yang baik dan berakhlak mulia, sesuai dengan ajaran Islam dan nilai-nilai Muhammadiyah. Dengan demikian, pemikiran K.H. Ahmad Dahlan tentang akhlak menjadi landasan penting dalam membangun masyarakat yang beradab dan berkepribadian luhur.
DAFTAR PUSTAKA
- Abdullah, M. Yatimin. 2007. Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: Amzah.
- Abdurrahman, Muhammad. 2016. Akhlak. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
- Al-Abrasyi, Muhammad ‘Athiyyah. 2003.
- Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
- Ali, Mohamad, dkk. 2021. Pedoman Penulisan Skripsi Program Studi Pendidikan Agama Islam. Surakarta: Prodi PAI UMS.
- Azmi, Muhammad. 2006. Pembinaan Akhlak Pra Usia Sekolah. Yogyakarta: Bulukar.
- Fuad, Ahmad Nur. 2015. Dari Reformis Hingga Transformatif. Malang: Intrans Publishing.
- Hidayat, Nur. 2015. Akidah Akhlak dan Pembelajarannya. Yogyakarta: Ombak.
- Ilyas, Yunahar. 2016. Kuliah Akhlaq. Yogyakarta: LPSI-UAD.
- Mahmud. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Editor: Topan Bagaskara