
Oleh Heru Hermawan, Muhamad Rafi Hawali, Anjas Muna Putra | Semester 2 Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu sosial dan Imu Politik Universitas Muhammadiyah Tangerang.
ABSTRAK
Akhlak sebagai sistem nilai moral merupakan pilar utama dalam pembentukan masyarakat yang beradab dan harmonis. Perspektif sosial terhadap akhlak menunjukkan bagaimana nilai-nilai moral tidak hanya berfungsi dalam dimensi individual, tetapi juga berperan penting dalam dinamika kolektif masyarakat. Akhlak sosial mengatur pola interaksi, menjaga stabilitas sosial, dan menciptakan kohesi sosial. Artikel ini mengkaji akhlak dari perspektif sosial secara mendalam, mencakup landasan teologis dan filosofis, fungsi sosial, tantangan kontemporer, serta relevansinya dalam masyarakat modern. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif dengan analisis literatur klasik dan kontemporer, baik dari khazanah Islam maupun ilmu sosial Barat. Ditekankan pula pada integrasi nilai-nilai akhlak dalam institusi sosial seperti keluarga, pendidikan, dan negara. Temuan menunjukkan bahwa krisis akhlak sosial di era modern membutuhkan pendekatan transformatif yang melibatkan semua lapisan masyarakat.
PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu berada dalam jaringan hubungan dengan orang lain, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, maupun bangsa. Dalam interaksi tersebut, diperlukan pedoman nilai dan norma yang mengatur tingkah laku, agar tercipta keharmonisan dan keteraturan. Pedoman ini disebut dengan akhlak.
Dalam banyak literatur klasik Islam, seperti karya Imam Al-Ghazali, Ibn Miskawayh, dan Ibnu Khaldun, akhlak tidak hanya dilihat sebagai manifestasi kesalehan individu, tetapi juga sebagai unsur pembentuk peradaban. Akhlak tidak berdiri sendiri; ia dipengaruhi oleh struktur sosial, sistem nilai kolektif, bahkan oleh sistem politik dan ekonomi.
Namun, dewasa ini terjadi degradasi moral yang memprihatinkan. Gejala seperti korupsi, kekerasan sosial, intoleransi, hingga dekadensi nilai di kalangan remaja mencerminkan adanya keretakan dalam sistem akhlak sosial. Oleh karena itu, perlu dikaji secara lebih dalam bagaimana konsep akhlak dalam perspektif sosial, serta bagaimana peranannya dalam menghadapi tantangan masyarakat kontemporer.
KERANGKA TEORETIK
2.1 Definisi Akhlak
Secara etimologis, akhlak berasal dari kata khuluq (Arab) yang berarti tabiat, perangai, atau karakter. Imam Al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang darinya lahir perbuatan dengan mudah tanpa membutuhkan pemikiran atau pertimbangan. Dalam konteks sosial, akhlak menjadi sistem nilai yang mengatur interaksi antarindividu agar selaras dengan norma dan harapan masyarakat.
2.2 Akhlak dalam Pandangan Islam
Islam menempatkan akhlak sebagai bagian penting dari agama. Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad)
Akhlak sosial dalam Islam meliputi nilai-nilai seperti:
• Adil
• Jujur
• Sabar
• Sopan santun
• Tolong-menolong
• Menjaga lisan
• Menghormati orang lain
2.3 Perspektif Sosiologis
Dalam sosiologi, moralitas dan akhlak dipandang sebagai hasil dari konstruksi sosial yang lahir dari proses sosialisasi. Emile Durkheim menekankan pentingnya “kesadaran kolektif” (collective consciousness) yang menjadi perekat masyarakat. Max Weber melihat etika sebagai elemen penting dalam pembentukan tatanan ekonomi dan sosial.
DIMENSI SOSIAL AKHLAK
3.1 Fungsi Sosial Akhlak
Akhlak tidak hanya mengatur hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan, tetapi juga hubungan horizontal antar manusia. Fungsi sosial akhlak mencakup:
• Stabilisator sosial: Akhlak membantu mencegah konflik sosial melalui norma dan etika yang disepakati bersama.
• Instrumen pengawasan sosial: Melalui internalisasi nilai, akhlak menjadi kontrol sosial tanpa perlu campur tangan negara.
• Pembangun solidaritas sosial: Akhlak seperti empati, kasih sayang, dan toleransi memperkuat hubungan antarsesama.
3.2 Akhlak dan Stratifikasi Sosial
Dalam masyarakat yang terbagi secara hierarkis, akhlak berfungsi sebagai jembatan keadilan sosial. Akhlak menuntut kesetaraan, penghormatan terhadap hak asasi, dan penolakan terhadap diskriminasi. Dalam konteks ini, akhlak bukan sekadar moralitas personal, tetapi menjadi kekuatan struktural untuk mendorong perubahan sosial.
3.3 Akhlak dan Lembaga Sosial
Beberapa institusi sosial yang berperan dalam membentuk akhlak sosial antara lain:
• Keluarga: Tempat pertama dan utama dalam penanaman akhlak sejak dini.
• Sekolah: Lembaga pendidikan formal yang mengajarkan nilai, norma, dan disiplin.
• Media massa: Sarana pembentukan opini dan sikap publik, namun juga bisa menjadi sumber kerusakan akhlak jika tidak dikendalikan.
• Negara: Berkewajiban menciptakan sistem hukum dan kebijakan publik yang mendorong terciptanya akhlak sosial.
AKHLAK SOSIAL DALAM MASYARAKAT MODERN
4.1 Tantangan Modernisasi
Modernisasi membawa dampak ambivalen terhadap akhlak sosial. Di satu sisi, modernisasi meningkatkan pendidikan, akses informasi, dan kesadaran hak asasi. Namun di sisi lain, ia membawa:
• Individualisme ekstrem
• Materialisme
• Krisis keteladanan
• Dekadensi moral di ruang digital
4.2 Krisis Akhlak di Media Sosial
Media sosial telah menjadi medan baru dalam kehidupan sosial. Sayangnya, banyak penyalahgunaan platform ini:
• Ujaran kebencian
• Penyebaran hoaks
• Perundungan daring
• Eksploitasi privasi
Akhlak sosial dalam dunia digital menjadi sangat penting untuk mencegah kehancuran relasi sosial virtual maupun nyata.
4.3 Globalisasi dan Relativisme Moral
Dalam era globalisasi, nilai-nilai lokal dan agama sering berbenturan dengan nilai universal dan sekuler. Hal ini menciptakan relativisme moral, yaitu kondisi di mana kebenaran moral dianggap bersifat subjektif. Maka perlu ada pendekatan integratif untuk menjembatani nilai-nilai lokal dengan nilai global tanpa kehilangan identitas moral.
STRATEGI PEMBANGUNAN AKHLAK SOSIAL
5.1 Pendidikan Karakter
Pendidikan formal harus mengintegrasikan pendidikan karakter secara sistematis, tidak hanya sebagai mata pelajaran tersendiri tetapi juga sebagai budaya sekolah.
5.2 Keteladanan Tokoh Publik
Pemimpin politik, tokoh agama, selebriti, dan influencer media sosial harus menjadi teladan akhlak, karena mereka memiliki pengaruh besar dalam membentuk opini publik.
5.3 Gerakan Sosial Berbasis Akhlak
Komunitas dan gerakan sosial yang menekankan nilai-nilai seperti kejujuran, anti korupsi, hidup sederhana, dan solidaritas perlu dikembangkan dan didukung oleh kebijakan negara.
5.4 Digital Literacy dan Etika Siber
Masyarakat perlu diberi pendidikan literasi digital agar mampu menggunakan teknologi secara bijak dan beretika.
STUDI KASUS: AKHLAK SOSIAL DALAM KONTEKS INDONESIA
Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar memiliki akar budaya yang sarat dengan nilai-nilai akhlak sosial. Namun, tantangan zaman tetap hadir. Misalnya:
• Kasus korupsi yang merajalela meski pelakunya berpendidikan tinggi
• Radikalisme dan intoleransi yang memecah belah masyarakat
• Kemerosotan sopan santun di media sosial
Namun, masih banyak pula contoh positif, seperti:
• Gerakan gotong royong dalam bencana alam
• Kesukarelawanan sosial di kalangan pemuda
• Program sedekah komunitas yang menumbuhkan solidaritas
PENUTUP
Akhlak dalam perspektif sosial bukan hanya idealisme keagamaan, melainkan keniscayaan sosiologis. Tanpa akhlak, masyarakat akan hancur oleh egosentrisme, kekerasan, dan ketidakadilan. Akhlak harus dibangun secara komprehensif melalui sistem pendidikan, peran keluarga, media massa, dan keteladanan elite masyarakat.
Pembangunan akhlak sosial bukan sekadar tanggung jawab individu, tetapi agenda kolektif bangsa. Di tengah tantangan globalisasi, digitalisasi, dan sekularisme, masyarakat Indonesia perlu mengukuhkan kembali nilai-nilai luhur dalam kehidupan sosial demi masa depan bangsa yang bermartabat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Al-Ghazali. (2000). Ihya Ulumuddin. Beirut: Dar al-Fikr.
2. Miskawayh. (2010). Tahzib al-Akhlaq. Kairo: Dar al-Ma’arif.
3. Durkheim, E. (1995). The Division of Labor in Society. New York: Free Press.
4. Weber, M. (2002). The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Penguin Books.
5. Quraish Shihab. (2005). Wawasan Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
6. Zuhairini, et al. (1997). Akhlak Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
7. Nurcholish Madjid. (2000). Islam, Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Paramadina.
8. H.A.R. Tilaar. (2002). Multikulturalisme: Tantangan-Tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo.
Editor: Topan Bagaskara