
TANGERANG, PUSATBERITA – Aliansi Pemuda Untuk Rakyat (APARATUR), melakukan aksi protes di depan Kantor Dinas Perhubungan Kota Tangerang pada Jumat, (13/6) 2025.
Aksi ini digelar sebagai bentuk perlawanan moral terhadap kelalaian Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Tangerang yang dinilai abai dalam menertibkan berbagai segala pelanggaran dalam ruas jalan raya dan penggunaan ruang publik di Kota Tangerang.
Hal ini disampaikan Koordinator Aksi, Reyzan bahwa Dishub telah gagal menjalankan fungsi pengawasan, sehingga kota seolah kehilangan wibawa aturan. Parkir liar menjamur di marka jalur sepeda, pengendara dengan leluasa melawan arus, hingga trotoar pejalan kaki yang berubah menjadi pasar dadakan.
“Kita sudah terlalu lama diam dan bersabar. Kota ini bukan hutan tanpa aturan. Kalau Dishub tidak mau bekerja, maka warga akan terus turun ke jalan,” tegas Reyzan di hadapan awak media.
Menurut Reyzan, laporan pelanggaran sudah berulang kali dilayangkan warga melalui kanal pengaduan resmi. Namun, respon yang diterima hanya berupa janji manis dan papan larangan tanpa penjagaan.
“Lihat sendiri di Jalan Veteran, di Cikokol, di jalan-jalan pasar tradisional. Parkir liar menduduki jalur sepeda. Trotoar dipenuhi pedagang. Pejalan kaki dipaksa berbagi jalan dengan kendaraan bermotor. Ini bentuk pembiaran yang tidak bisa dimaafkan,” katanya.
Reyzan menambahkan, ketegasan penindakan tidak boleh hanya berhenti di operasi rutin yang sifatnya seremonial. Ia menuntut adanya patroli berkala, sanksi tegas, serta evaluasi total atas sistem penanganan pelanggaran yang dinilai rapuh.
“Kita menuntut pembenahan nyata, bukan sekadar spanduk imbauan. Dishub harus membuktikan mereka ada untuk masyarakat, bukan hanya untuk seremonial penertiban yang hangat-hangat tahi ayam,” ucap Reyzan lantang.
Di akhir aksinya, Reyzan menyampaikan ultimatum moral: bila Dishub tetap berpuas diri dengan penertiban setengah hati, maka gelombang protes akan terus berlanjut hingga kota ini benar-benar bebas dari parkir liar, pelanggar arus, dan okupasi jalur pejalan kaki.
“Ini hak kami sebagai warga kota yang beradab. Kota harus manusiawi. Kalau aturan hanya pajangan, maka demo adalah jalan perlawanan terakhir,” tutup Reyzan.