
TANGERANG, PUSATBERITA – Gelombang protes datang dari Forum Lintas Generasi Aktivis 98 Banten yang menyerukan kepada Presiden Prabowo Subianto agar segera mencopot Fadli Zon dari jabatannya sebagai Menteri Kebudayaan RI. Desakan ini muncul usai pernyataan kontroversial Fadli Zon yang menyebut kasus pemerkosaan massal dalam tragedi Mei 1998 hanyalah sebatas rumor, tanpa bukti yang sahih, Rabu (25/6/2025).
Rahmat Sanjaya, perwakilan Aktivis 98 Banten, menyebut bahwa pernyataan Fadli Zon bukan hanya mencederai nurani publik, tetapi juga berpotensi menyesatkan sejarah perjuangan reformasi. Ia menilai, ucapan tersebut seolah meremehkan salah satu titik paling kelam dalam transisi demokrasi Indonesia.
“Pernyataan asal bunyi seperti itu merusak citra pemerintahan. Seolah-olah Presiden asal comot orang dalam menyusun kabinet. Ini sudah mengganggu konsentrasi kerja pemerintah dan membuka luka lama rakyat,” tegas Rahmat dalam konferensi pers di salah satu kafe kawasan Sitanala, Kota Tangerang.
Rahmat mengingatkan bahwa pengakuan negara terhadap kasus kekerasan seksual pada Mei 1998 sudah pernah ditegaskan oleh Presiden BJ Habibie melalui pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dan menjadi salah satu alasan utama lahirnya Komnas Perempuan.
“Komnas Perempuan itu lahir dari arus reformasi, bukan sekadar kebijakan teknis. Keppres Nomor 181 Tahun 1998 yang melandasinya adalah bentuk tanggung jawab negara terhadap kekerasan yang menimpa perempuan, khususnya dari etnis Tionghoa saat itu,” lanjutnya.
TGPF yang dibentuk pada masa itu mencatat sedikitnya 92 kasus kekerasan seksual di tiga kota besar: Jakarta, Medan, dan Surabaya. Dari jumlah tersebut, 53 merupakan pemerkosaan disertai penganiayaan, 10 serangan seksual, dan 15 bentuk pelecehan lainnya. Fakta ini, kata Rahmat, adalah rekam jejak yang tidak bisa dibantah.
Menurutnya, ucapan Fadli Zon yang menafikan fakta sejarah sama saja dengan melakukan kekerasan baru terhadap para penyintas dan keluarga korban. “Itu bukan hanya kebohongan, tapi pengkhianatan terhadap sejarah dan korban tragedi kemanusiaan,” katanya.
Rahmat juga mengingatkan bahwa Fadli Zon dulunya dikenal sebagai bagian dari lingkaran kekuasaan Orde Baru, dan tidak pernah terlibat dalam perjuangan reformasi. Ia menuduh Fadli hanya menikmati hasil perjuangan tanpa berkontribusi dalam jalan panjang demokrasi Indonesia.
“Waktu kita berdarah-darah menuntut lengsernya Soeharto, dia justru berdiri di seberang. Hari ini, dia mencoba menghapus jejak sejarah dengan cara menebar keraguan terhadap fakta-fakta kemanusiaan,” ucapnya dengan nada geram.
Lebih jauh, Rahmat menegaskan bahwa jika Fadli Zon tidak mengundurkan diri, maka pihaknya bersama jaringan aktivis lintas generasi akan menggelar unjuk rasa untuk mendesak Presiden mengambil sikap tegas.
“Kalau tidak ada langkah dari Istana, kami akan turun ke jalan. Ini bukan sekadar urusan jabatan, ini soal keberpihakan pada kebenaran dan rasa keadilan bagi para korban,” pungkas Rahmat.