
Retno Diwanti (Ketua HMI Komisariat UMT)
Oleh: Retno diwanti
Sebagai Aktivis Perempuan, saya merasa sangat prihatin atas menurun nya kualitas udara yang memburuk drastis akibat bau menyengat yang diduga kuat berasal dari limbah oli atau minyak bekas. Bau tak sedap ini dilaporkan sangat mengganggu, bahkan memicu keluhan kesehatan serius seperti sesak di dada.
Keluhan ini muncul ke permukaan setelah beberapa warga mengunggah ungkapan kekesalan di media sosial, yang kini menjadi viral. Saya menilai bahwa Persoalan ini tidak hanya menjadi isu regulasi, tetapi juga isu moral dan kepatuhan.
Saya melontarkan kritik keras, menyoroti kegagalan pengawasan Pemerintah Kabupaten Tangerang dalam melindungi warganya dari paparan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Keluhan warga di sepanjang aliran sungai dan kawasan industri, terutama di sekitar Akong dan Desa Pisangan Jaya, bukan lagi insiden sporadis.
Bau busuk menyengat seperti oli bekas yang membusuk telah menjadi rutinitas malam hari yang mengganggu istirahat, menimbulkan keluhan pusing, mual dan kekhawatiran penyakit pernapasan.
Pengulangan kasus ini, bahkan setelah DLHK sebelumnya menyatakan telah menindaklanjuti, mengindikasikan bahwa sanksi yang diberikan tidak memiliki daya gentar yang memadai.
Kegagalan Kronis dalam Penegakan Hukum, saya menekankan bahwa pemerintah seolah membiarkan masyarakat menanggung dampak buruk dari keuntungan industri yang tidak bertanggung jawab.
Saya menilai proses penegakan hukum selama ini hanya sebatas lip service atau penanggulangan jangka pendek.
Saya menyaksikan langsung bagaimana hak dasar warga atas udara bersih dan lingkungan sehat terampas oleh keserakahan segelintir pelaku industri. Pertanyaan mendasarnya adalah, mengapa instansi pengawas tidak mampu secara permanen memutus rantai pembuangan limbah ilegal ini. Jika pengawasan berjalan optimal, masalah ini tidak akan menjadi agenda tahunan.
Limbah oli, yang mengandung logam berat dan zat karsinogenik, memiliki dampak akumulatif yang merusak tanah, air, dan biota sungai. Keberadaannya di Sepatan bukan hanya mencemari ekosistem Sungai Cirarab, tetapi juga meracuni potensi sumber daya air dan kesehatan generasi mendatang.
Tuntutan Moral dan Transparansi Berbasis Iman, saya menuntut agar pemerintah daerah mengambil tindakan yang tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga fundamental dengan, mempertimbangkan amanah moral dan spiritual dalam menjaga lingkungan. Lebih dari sekadar mematuhi UU Lingkungan Hidup, persoalan pencemaran ini juga menyentuh aspek pertanggungjawaban manusia di muka bumi.
Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” Q.S. Ar-Rum [30]: 41
Ayat suci ini menjadi penekanan bahwa kerusakan lingkungan—yang kini diwujudkan dalam bentuk bau menyengat dari limbah oli di Sepatan—adalah konsekuensi langsung dari kelalaian dan ketidakpatuhan manusia.
Untuk itu, Saya mendesak agar investigasi segera dilakukan, disertai dengan uji laboratorium yang hasilnya dibuka transparan kepada publik.
Saya bersama elemen warga lainnya berencana mengajukan surat resmi kepada Bupati dan DLHK, menuntut komitmen serius, sanksi pidana yang adil bagi perusahaan pencemar, serta dibentuknya forum dialog yang menjembatani komunikasi antara industri, pemerintah, dan masyarakat.
Tanpa ketegasan hukum dan kesadaran moral yang kuat, Sepatan akan terus tenggelam dalam ancaman senyap limbah B3.