
Rosyid Warisman (Pemerhati Politik Kerakyatan)
Oleh: Rosyid Warisman (Pemerhati Politik Kerakyatan)
Tangerang – Ketika nama Sachrudin kembali muncul dalam bursa calon Ketua DPD Partai Golkar Kota Tangerang, sebagian pihak mungkin menyoroti aturan internal yang membatasi masa jabatan dua periode.
Namun di tengah kompleksitas politik lokal dan dinamika organisasi partai yang kian kompetitif, kembalinya Sachrudin justru menjadi momentum penting untuk menjaga kesinambungan, stabilitas, dan efektivitas kepemimpinan politik Golkar di Tangerang.
Dalam politik, ada masa ketika pergantian adalah kebutuhan. Tapi ada pula saat di mana kontinuitas lebih penting daripada sekadar pergantian. Situasi Golkar Kota Tangerang hari ini termasuk yang terakhir.
1. Figur Pemersatu di Tengah Fragmentasi Politik Lokal
Golkar Kota Tangerang adalah salah satu basis penting partai di Banten. Dengan struktur kaderisasi yang luas dan jaringan kecamatan yang aktif, organisasi ini memerlukan figur yang tidak hanya berpengalaman, tapi juga mampu mempersatukan berbagai faksi internal.
Sachrudin telah membuktikan diri sebagai sosok pemersatu. Di bawah kepemimpinannya, perbedaan antar kelompok dan generasi kader dapat dikelola dengan baik. Ia memiliki otoritas moral dan simbolik yang membuat kader tua dan muda sama-sama menghormatinya.
Ketika banyak partai di tingkat daerah terjebak konflik internal, Golkar Kota Tangerang tetap solid dan itu tidak lepas dari kepemimpinan tenang namun tegas dari Sachrudin. Dengan kata lain, ia bukan sekadar ketua, tapi jangkar stabilitas partai.
2. Konsistensi Kinerja dan Peningkatan Elektoral
Secara empiris, kinerja Golkar Kota Tangerang di bawah Sachrudin menunjukkan tren positif dan berkelanjutan. Dalam dua periode terakhir, Golkar berhasil mempertahankan bahkan meningkatkan jumlah kursi di DPRD Kota Tangerang, memperluas basis suara di kecamatan padat seperti Cipondoh, Karawaci, dan Batuceper, serta memperkuat jaringan perempuan dan pemuda di tingkat akar rumput.
Kinerja ini tidak lahir dari kebetulan. Sachrudin dikenal menerapkan kepemimpinan berbasis kerja kolektif dan efisiensi struktur, bukan sekadar mengandalkan personal branding. Ia membangun Golkar sebagai mesin politik yang disiplin, rapi, dan berorientasi pada pelayanan masyarakat.
Maka, mempertahankan figur yang sudah terbukti produktif bukan bentuk stagnasi, melainkan strategi kesinambungan.
3. Relevansi Kepemimpinan dengan Pemerintahan Daerah
Sebagai Wali Kota Tangerang periode 2025–2030, Sachrudin berada dalam posisi strategis untuk menjembatani antara kebijakan pemerintahan dan peran politik Golkar di tingkat lokal.
Sinergi antara partai dan pemerintahan menjadi krusial dalam memastikan Golkar tetap relevan dalam pembangunan daerah. Dalam konteks ini, kepemimpinan Sachrudin menghadirkan efisiensi politik, di mana kebijakan pemerintah dapat sejalan dengan garis perjuangan partai tanpa mengorbankan independensi institusional.
Keterpaduan ini memberi nilai tambah besar bagi kader Golkar yang kini duduk di legislatif maupun birokrasi.
4. Legitimasi Kader dan Dukungan Akar Rumput
Fakta di lapangan menunjukkan mayoritas pengurus kecamatan (PK) dan sayap organisasi Golkar Kota Tangerang masih solid mendukung Sachrudin. Dukungan ini bukan hasil tekanan, melainkan refleksi dari kepercayaan yang telah terbangun selama bertahun-tahun.
Para kader mengenal Sachrudin bukan hanya sebagai pemimpin, tapi juga pembina dan pelindung. Ia sering turun langsung ke kecamatan, hadir dalam kegiatan sosial, dan memberi ruang bagi kader muda untuk berkembang.
Dukungan organik semacam ini merupakan bentuk legitimasi politik sejati yang jauh lebih bernilai daripada sekadar legalitas formal.
5. Kepemimpinan Visioner di Tengah Perubahan Zaman
Di tengah derasnya arus digitalisasi politik dan pergeseran orientasi pemilih muda, Golkar memerlukan pemimpin yang tidak hanya memahami tradisi partai, tapi juga terbuka terhadap inovasi. Sachrudin mampu memadukan keduanya.
Ia tetap menjaga disiplin organisasi ala Golkar klasik, namun juga mendorong modernisasi komunikasi politik dan digitalisasi struktur kader. Kombinasi antara pengalaman dan keterbukaan inilah yang menjadikannya relevan di era politik baru.
6. Politik Kebijaksanaan, Bukan Ambisi
Sebagian pihak mungkin menilai pencalonan kembali Sachrudin melanggar batas dua periode. Namun dari sudut pandang kebijaksanaan politik, kepemimpinan yang masih dibutuhkan kader tidak dapat dibatasi secara kaku oleh aturan administratif.
Jika mayoritas kader menilai kepemimpinannya masih diperlukan, maka pengecualian bukanlah pelanggaran, melainkan pengakuan atas keistimewaan kinerja. Golkar adalah partai dengan kultur rasional dan hierarkis di mana kontinuitas efektif lebih bernilai daripada pergantian yang belum siap.
7. Momentum Transisi yang Terarah
Masa kepemimpinan ketiga bagi Sachrudin bukan dimaknai sebagai “melawan regenerasi,” melainkan periode transisi terarah di mana ia bisa menyiapkan generasi penerus dengan sistematis dan elegan.
Dengan cara itu, ketika waktunya tiba, Golkar Kota Tangerang akan memiliki kader penerus yang matang secara ideologis, organisatoris, dan moral. Inilah bentuk regenerasi berbasis kontinuitas, bukan revolusi yang mendadak.
Penutup: Kontinuitas Sebagai Jalan Kemenangan
Keputusan untuk mengusung kembali Sachrudin bukan semata pilihan politik, melainkan strategi organisasi yang rasional. Dalam situasi politik lokal yang sarat ketidakpastian, Golkar membutuhkan figur yang terbukti tangguh, stabil, dan mampu menjaga harmoni antar faksi.
Sachrudin telah membuktikan dirinya bukan hanya sebagai pemimpin, tetapi penopang utama eksistensi dan kemenangan Golkar Kota Tangerang. Mempercayakan kembali tampuk kepemimpinan kepadanya bukan kemunduran, melainkan pilihan cerdas untuk kesinambungan kejayaan.
Dalam politik, perubahan itu penting. Tetapi dalam organisasi, kestabilan adalah fondasi kemenangan. Dan di antara keduanya, nama Sachrudin berdiri di titik keseimbangan itu.