Gedung Pusat Pemerintah Kota Tangerang, (Foto/Beritatangerang.id)
TANGERANG, PUSATBERITA – Lingkar Study Mahasiswa Pemuda (LSMP) menyoroti rendahnya serapan anggaran Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang yang hingga akhir Oktober 2025 baru mencapai 58 persen.
Ketua LSMP, Mohamad Eddy Sopyan menilai, lambatnya realisasi anggaran tersebut menunjukkan lemahnya kinerja birokrasi daerah dalam menjalankan program pembangunan dan pelayanan publik.
Ketua LSMP Menyoroti Pernyataan Sekretaris Daerah Kota Tangerang Herman Suwarman mengakui bahwa hingga semester terakhir, serapan anggaran masih di bawah target ideal. Kondisi ini, menurut Eddy, menjadi cerminan tidak optimalnya perencanaan dan eksekusi program pemerintah di tingkat daerah.
“Rendahnya serapan anggaran berarti uang rakyat belum benar-benar kembali ke rakyat dalam bentuk pembangunan dan pelayanan publik. Sementara masyarakat menunggu realisasi janji-janji pemerintah, anggaran justru mengendap di rekening,” ujar Ketua LSMP Mohamad Eddy Sopyan
Eddy juga menyinggung pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, mengenai adanya dana pemerintah sebesar Rp 286 triliun yang tersimpan di simpanan berjangka di bank-bank komersial. Purbaya bahkan mencurigai adanya pihak yang bermain di balik penempatan dana tersebut untuk mengejar keuntungan bunga.
“Jangan sampai fenomena nasional seperti dana pemerintah Rp 286 triliun yang mengendap di bank juga terjadi dalam skala daerah. Ini berbahaya, karena berpotensi membuka ruang praktik rente dan memperlambat manfaat ekonomi bagi masyarakat,” tegas Eddy.
Menurut Eddy, kondisi ini memperlihatkan paradoks kebijakan fiskal: di satu sisi, pemerintah pusat dan daerah kerap menekankan pentingnya akselerasi pembangunan dan belanja publik, tetapi di sisi lain, realisasinya justru berjalan lambat.
“Uang rakyat seharusnya bekerja untuk rakyat — bukan diam di bank menunggu bunga. Pemkot Tangerang harus segera mempercepat penyerapan anggaran dengan tetap mengedepankan akuntabilitas dan transparansi,” tambahnya.
Eddy juga mendesak DPRD Kota Tangerang untuk ikut mengawasi penyerapan anggaran dan menelusuri apakah ada penempatan dana sementara di lembaga keuangan yang tidak sesuai dengan prinsip efisiensi dan kepentingan publik.
“Serapan 58 persen di akhir Oktober bukan sekadar angka, tapi indikator lemahnya keberpihakan pemerintah pada rakyat. Jika hal ini terus berulang tiap tahun, jangan salahkan publik bila mulai kehilangan kepercayaan,” tutup Eddy dalam pernyataannya.
