
Ilustrasi | Sumber: SamudraFakta.com/Faried Wijdan
Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset kembali tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025-2029. Padahal, RUU ini telah diinisiasi sejak 2003 oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan mengadopsi prinsip-prinsip The United Nations Convention Against Corruption (UNCAC).
RUU Perampasan Aset sebelumnya telah tercatat dalam Prolegnas 2010-2014 dan bahkan menjadi salah satu prioritas. Ketua DPR RI periode 2019-2024, Puan Maharani, juga sempat menegaskan bahwa RUU ini akan menjadi pembahasan bagi anggota dewan periode 2024-2029. Namun, fakta terbaru menunjukkan bahwa RUU ini kembali terpinggirkan dari daftar Prolegnas.
Menanggapi hal ini, Santo Nainggolan, S.H., selaku Penasehat Poros Intelektual Muda (PIM), menyayangkan keputusan anggota DPR yang tidak memprioritaskan pembahasan RUU Perampasan Aset. Menurutnya, ketidaksiapan dan keengganan para anggota dewan, khususnya Badan Legislasi (Baleg), menunjukkan kurangnya keseriusan dalam mengesahkan aturan yang sangat penting untuk pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Sangat disayangkan, para anggota dewan di Senayan tidak menunjukkan niat untuk menyelesaikan RUU ini, padahal sudah dibahas selama 18 tahun. Ketidakhadiran RUU Perampasan Aset dalam Prolegnas 2025-2029 adalah bentuk nyata dari ketidakseriusan mereka,” ujar Santo.
Lebih lanjut, Santo menekankan bahwa RUU ini sangat krusial untuk segera disahkan, terutama mengingat banyaknya kebijakan pemerintah pusat yang membutuhkan pengelolaan aset yang transparan dan akuntabel. Program-program seperti makan bergizi gratis, pengelolaan aset melalui Danantara, pembangunan tiga juta rumah, serta berbagai proyek lainnya, berisiko menjadi ladang praktik mega korupsi jika tidak diimbangi dengan regulasi yang kuat seperti RUU Perampasan Aset.
“Jika RUU ini terus-menerus ditunda, maka tidak menutup kemungkinan kasus mega korupsi akan kembali terjadi, bahkan lebih besar dari skandal korupsi Pertamina. Pengelolaan aset seperti melalui Danantara juga bisa menjadi celah bagi praktik korupsi yang merugikan rakyat Indonesia,” jelasnya.
Hingga saat ini, belum ada keterangan resmi dari DPR mengenai alasan RUU Perampasan Aset tidak masuk dalam Prolegnas 2025-2029. Namun, masyarakat dan berbagai elemen antikorupsi terus mendesak agar DPR segera meninjau ulang keputusan tersebut dan kembali menjadikan RUU ini sebagai prioritas pembahasan guna memperkuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Artikel Lain : Dugaan Limbah Berbahaya, Saksi dalam Sidang PT PKP Akui Proses Pembuangan Limbah