
Penulis: Husnul Yakin, M.Pd.
Di tengah gempuran kapitalisme global, ekonomi syariah sering dianggap sebagai alternatif yang utopis dan kurang kompetitif. Namun, benarkah demikian? Justru sebaliknya, prinsip ekonomi syariah yang menekankan keadilan, keberlanjutan, dan etika bisnis menawarkan solusi nyata, terutama bagi sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Ramadhan menjadi momentum emas bagi UMKM syariah untuk membuktikan bahwa bisnis tidak hanya mengejar keuntungan, tetapi juga membawa berkah dan kesejahteraan bagi masyarakat. Namun, apakah UMKM syariah benar-benar menjadi pilar ekonomi berkelanjutan, atau hanya tren sesaat yang menguat saat Ramadhan lalu meredup setelahnya?.
Artikel ini akan mengulas peran UMKM syariah dalam ekonomi Indonesia, terutama selama bulan Ramadhan, serta tantangan yang dihadapi untuk bertahan di luar momentum ini.
UMKM dan Ekonomi Syariah: Tren atau Realitas?
Ekonomi syariah bertumpu pada prinsip-prinsip seperti larangan riba, gharar (ketidakpastian), dan maysir (spekulasi). UMKM yang berbasis syariah menerapkan konsep-konsep ini dalam praktik bisnisnya, seperti menggunakan skema pembiayaan syariah (murabahah, mudharabah, dan musyarakah) serta memastikan produk yang halal dan thayyib.
Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM (2023), UMKM menyumbang sekitar 60,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan menyerap lebih dari 97% tenaga kerja nasional. Dari jumlah tersebut, sektor UMKM syariah mengalami pertumbuhan yang signifikan, terutama didorong oleh meningkatnya kesadaran masyarakat akan produk halal dan ekonomi berbasis keadilan.
Momentum Ramadhan: Pendorong atau Hanya Sementara?
Bulan Ramadhan menjadi momen yang sangat berharga bagi UMKM, terutama yang berbasis ekonomi syariah. Beberapa faktor yang mendorong pertumbuhan sektor ini selama Ramadhan antara lain:
1. Peningkatan Konsumsi Produk Halal
Selama Ramadhan, permintaan terhadap produk makanan dan minuman halal meningkat drastis. Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa konsumsi masyarakat pada sektor makanan dan minuman meningkat hingga 30% selama Ramadhan. Namun, apakah tren ini bertahan di bulan-bulan berikutnya, atau hanya sebatas euforia Ramadhan?
2. Ekosistem Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS)
UMKM syariah sering menjadi penerima manfaat dari dana zakat, infaq, dan sedekah yang dihimpun selama Ramadhan. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) melaporkan bahwa penghimpunan zakat nasional pada Ramadhan 2023 mencapai Rp15 triliun, sebagian di antaranya dialokasikan untuk pemberdayaan UMKM. Namun, setelah Ramadhan berakhir, apakah sumber daya ini masih cukup untuk menjaga keberlanjutan UMKM syariah?
3. Perdagangan Berbasis Digital dan Syariah
Tren digitalisasi juga semakin mendorong pertumbuhan UMKM syariah selama Ramadhan. Platform seperti Tokopedia Salam, Shopee Barokah, dan e-commerce berbasis syariah lainnya mencatatkan peningkatan transaksi selama bulan suci. Laporan dari DSN-MUI (2023) menyebutkan bahwa transaksi e-commerce syariah meningkat sebesar 40% selama Ramadhan dibanding bulan-bulan lainnya. Namun, banyak UMKM syariah yang mengalami penurunan transaksi setelah bulan suci berakhir.
Tantangan Keberlanjutan UMKM Syariah
Meskipun memiliki potensi besar, UMKM syariah juga menghadapi beberapa tantangan yang membuatnya rentan hanya menjadi tren sesaat:
1. Akses Permodalan: Meskipun sudah banyak bank syariah dan fintech syariah yang menawarkan pembiayaan tanpa riba, banyak UMKM yang masih kesulitan mendapatkan akses modal.
2. Kurangnya Literasi Ekonomi Syariah: Tidak semua pelaku UMKM memahami prinsip-prinsip ekonomi syariah secara menyeluruh, yang menyebabkan bisnis mereka sulit berkembang di luar momentum Ramadhan.
3. Persaingan dengan Produk Konvensional: Produk berbasis syariah sering kali memiliki harga yang lebih tinggi karena standar sertifikasi halal yang ketat, sehingga kalah bersaing dengan produk konvensional setelah Ramadhan berakhir.
4. Ketergantungan pada Momentum Musiman: Banyak UMKM syariah yang mengalami lonjakan pendapatan saat Ramadhan tetapi kesulitan menjaga keberlanjutan bisnisnya di bulan-bulan berikutnya.
Membangun UMKM Syariah yang Berkelanjutan
Agar UMKM syariah tidak hanya menjadi tren musiman, beberapa strategi dapat diterapkan:
1. Diversifikasi Produk
UMKM syariah harus mengembangkan produk dan layanan yang relevan sepanjang tahun, tidak hanya saat Ramadhan.
2. Optimalisasi Digital Marketing
Pemanfaatan media sosial, marketplace halal, dan pemasaran digital dapat membantu UMKM syariah menjangkau pasar yang lebih luas dan bertahan di luar momentum Ramadhan.
3. Penguatan Ekosistem Keuangan Syariah
Dukungan dari lembaga keuangan syariah dalam bentuk pembiayaan berkelanjutan dapat membantu UMKM syariah bertahan dan berkembang.
4. Edukasi dan Literasi Keuangan Syariah
Pelatihan bagi pelaku UMKM mengenai manajemen bisnis, strategi pemasaran, dan keuangan syariah sangat penting untuk memastikan keberlanjutan usaha mereka.
Tak dapat dipungkiri bahwa UMKM syariah memainkan peran penting dalam ekonomi syariah, terutama selama bulan Ramadhan. Namun, tantangan utama yang dihadapi adalah bagaimana memastikan keberlanjutan bisnis setelah euforia Ramadhan berakhir.
Dengan strategi yang tepat, seperti diversifikasi produk, optimalisasi pemasaran digital, dan penguatan ekosistem keuangan syariah, UMKM syariah dapat berkembang menjadi pilar ekonomi yang benar-benar berkelanjutan, bukan sekadar tren sesaat.
Referensi
Bank Indonesia. (2022). Laporan Perekonomian Indonesia 2022. Jakarta: Bank Indonesia. https://www.bi.go.id/id/publikasi/laporan/Documents/1_LPI2022_Cover.pdf
BAZNAS. (2023). Laporan Pengelolaan Zakat Nasional 2023. Jakarta: BAZNAS. https://baznas.go.id/assets/images/szn/2023%20-%20LPZN%202023.pdf
DSN-MUI. (2023). Tren E-commerce Syariah di Indonesia. Jakarta: DSN-MUI
Editor: Topan Bagaskara