
TANGERANG, PUSATBERITA – Ditengarai tidak efektif sebagai program unggulan untuk mengentaskan pengangguran di Kota Tangerang, program On The Job Training (OJT) sampai hari ini masih dianggap sekadar lip service oleh sebagian kalangan, alih-alih solusi struktural untuk pengangguran.
Hal ini diungkap oleh eks peserta OJT yang telah rampung mengikuti semua tahapan. Pada awalnya ia beranggapan bahwa OJT ini sangat sesuai dengan prinsipnya; mengentaskan pengangguran dan pelatihan persiapan bekerja. Namun menurutnya, program itu tidak efektif karena hanya berlangsung 30 hari efektif.
“Tapi pada praktiknya kita tuh mempelajari (mesin) industri hanya beberapa hari saja, paling seminggu,” kata salah satu mantan peserta kepada wartawan yang tidak ingin disebutkan namanya, Rabu (4/6) 2025.
Tidak ada pernyataan yang pasti terkait program OJT tersebut bahwa setiap peserta akan dipastikan langsung bekerja di perusahaan terkait. Menurutnya, hasil tetap diputuskan oleh perusahaan melalui tes lanjutan berupa tes psikotes.
“Manajernya pernah keceplosan bahwasanya batch-batch selanjutnya tetap 16 orang tidak lebih dari 16 orang,” ucap dirinya.
Lebih dari itu, ia menambahkan bahwa program OJT secara prinsip ditujukan untuk meningkatkan keterampilan dan daya saing para pencari kerja di Kota Tangerang, termasuk siswa yang ingin mendapatkan pengalaman kerja. Artinya program ini dimaksudkan untuk masyarakat yang notabenenya belum memiliki pekerjaan.
Akan tetapi, ia berkata, terdapat peserta yang sudah statusnya sudah bekerja dan praktiknya tidak sesuai dengan prinsip.
“Iya nyatanya ada peserta yang saat itu masih bekerja, dari 16 peserta OJT pada batch 1 kebanyakan umurnya sudah di atas 20 tahun ke atas. Anak-anak SMKnya khususnya yang baru lulus palingan 1 orang doang,” ungkapnya.
Dalam wawancaranya, ia mendapatkan informasi bahwa adanya tindakan yang menyimpang bahkan dugaan penyalahgunaan kewenangan selama prosesnya, seperti:
Praktik Percaloan Peserta On The Job Training
Hasil dari wawancara salah satu peserta, didapati adanya praktik percaloan yang dialami oleh peserta sebelum mengikuti pelatihan OJT.
“Teman kita mengalami (praktik) percaloan tersebut, teman kita bercerita bahwasannya sudah membayar sebesar 500rb ke salah satu oknum yang dijanjikan langsung dapat bekerja,” tambahnya.
Mantan peserta OJT ini menuturkan, seharusnya bukan satu orang saja, melainkan tiga orang. Tetapi yang sudah membayar kepada calo tersebut berjumlah dua orang.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menyerukan stop praktik percaloan. Dia mengingatkan, kondisi saat ini sudah cukup memprihatinkan. Sebab, ketika kondisi ekonomi global penuh dengan ketidakpastian, beberapa perusahaan kemudian harus melakukan perubahan model bisnisnya. Hal ini berdampak kepada rasionalisasi pegawai.
“Di sisi lain, ketika para pencari kerja mengharapkan mendapatkan kesempatan kerja yang adil dan transparan untuk mendapatkan pekerjaan, justru ada oknum-oknum percaloan tenaga kerja merusak tatanan ekosistem ketenagakerjaan,” ungkap Yassierli dalam penyampaian terpisah pada Kamis, (15/5) 2025.
Selain itu, praktik percaloan ini tentu bertentangan dengan Asta Cita ketujuh Presiden Prabowo Subianto, —menekankan reformasi hukum dan birokrasi serta pemberantasan korupsi. Kemudian, percaloan tenaga kerja melanggar hak asasi manusia dalam memperoleh pekerjaan yang layak dan berdampak negatif terhadap produktivitas tenaga kerja.
Terdapat Titipan Peserta OJT
Menurut informasi tahapan awal sebelum menjadi peserta OJT, calon peserta harus melakukan pengisian data diri melalui On The Job Training di website Tangerang live.
Namun, hal ini menjadi kontradiksi ketika didapati adanya temuan terkait peserta “titipan” yang berasal dari rekomendasi karyawan perusahaan.
“Bahkan ada yang bukan dari (jejaring) link OJT tersebut, seperti dari perusahaannya. Jadi karyawan itu memberi tahu, karyawan tersebut memiliki anak/tetangganya ingin mengikuti program OJT ini,” ungkap ia ketika memberikan keterangan.
Surat Pernyataan menekan Peserta dari Disnaker Kota Tangerang
Surat Pernyataan yang ditandatangani oleh peserta OJT dari Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Tangerang menuai polemik yang dihadapi oleh peserta OJT.
Menurut mantan peserta tersebut, Surat Pernyataan tersebut telah menganggu pikiran saat menjalankan program tersebut.
“Bahkan ada kawan saya yang sebenarnya sudah mumet (tidak mood) untuk mengikuti OJT tersebut, tetapi tidak berani keluar karena tertahan oleh kesepakatan tersebut,” ujarnya.
Terkait isi Surat Pernyataan, terdapat empat point yang musti ditaati dan perhatikan oleh peserta. Salah satu poin yang membuat kontroversial yakni berada pada poin tiga, yakni berbunyi:
_”Menerima sanksi tidak dapat membuat kartu kuning/AK2 selama 2 tahun dari mulai tanggal surat pernyataan ini dibuat bila keluar sebelum masa pelatihan On The Job Training (OJT) selesai,”_
Kondisi seperti ini apabila salah satu pihak yang melakukan perjanjian berada dalam keadaan terpaksa atau dalam keadaan di mana pihak lawannya mempunyai keadaan psikologis yang lebih kuat dan menyalahgunakan keadaan tersebut maka dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan keadaan.
Ahli Hukum Perdata dari Universitas Jenderal Soedirman J. Satrio mengemukakan bahwa memanfaatkan keadaan orang lain, bukan berarti isi dan tujuan perjanjian tidak sah, namun penyalahgunaan tidak dapat terjadi dalam keadaan bebas.
“Oleh karena itu, permasalahannya bukan terletak pada kausa/sebab yang dilarang, melainkan pada cacat dalam kehendak, cara memaksakan, persetujuan yang disalahgunakan,” tutur J. Satrio dalam pernyataan tertulis terpisah pada Selasa, 24 Desember 2024.
Artikel Lain: Kajian Mentah Hingga Berbayar, Netizen Soroti Progam OJT Pemkot Tangerang