Ilustrasi Kepala Sekolah diduga blokir nomor telepon wartawan (Foto/Kanalinspirasi.com).
TANGERANG, PUSATBERITA – Persoalan penahanan ijazah yang diduga dilakukan oleh Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Otomotif Waskita Kota Tangerang belum menemui titik terang.
Alasan siswa belum melunasi Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP) tidak ditanggapi oleh Pihak SMK Otomotif Waskita yang diduga memblokir nomor telepon salah satu wartawan yang bertugas di Kota Tangerang.
Hal itu memantik sorotan tajam dari kalangan jurnalistik. Pasalnya, langkah tersebut dinilai mencerminkan sikap antikritik dan bertolak belakang dengan semangat transparansi publik.
Lebih lanjut, tindakan ini jelas menghambat tugas jurnalis dalam mencari dan menyebarkan informasi yang dibutuhkan publik, seperti yang sudah diatur dalam undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Tindak pemblokiran nomor salah satu wartawan tersebut, diduga dilakukan oleh Kepala Sekolah SMK Otomotif Waskita Kota Tangerang.
Sebelumnya, wartawan tersebut melakukan peliputan dan berkomunikasi melalui telepon WhatsApp dengan pejabat tersebut. Namun, dalam keesokan harinya, upaya konfirmasi melalui WhatsApp tidak lagi mendapat respons.
“Awalnya kami mengira gangguan jaringan, tapi setelah dicek dengan nomor lain, ternyata akun WhatsApp beliau tetap aktif. Dari situ kami menduga nomor kami diblokir,” ungkap Alfi, seorang jurnalis pusat-berita.com, Kamis (23/10) 2025.
Dia menilai tindakan itu bukan hanya tidak pantas, tetapi juga menunjukkan sikap tertutup terhadap media.
”Kami bekerja menyampaikan informasi publik, bukan untuk menyerang siapa pun. Kalau ada pemberitaan yang kurang berkenan, bisa diklarifikasi. Tapi memblokir wartawan, Ini mencederai semangat keterbukaan informasi,” tegasnya.
Menanggapi persoalan ini, Pemimpin Redaksi pusat-berita.com, Topan Bagaskara, menilai tindakan ini tidak boleh terjadi, baik bagi pejabat publik maupun setingkat Kepala Sekolah.
Seharusnya memahami, Topan berkata, peran strategis pers sebagai mitra dalam penyampaian informasi kepada masyarakat.
“Jika benar ada pemblokiran, ini preseden buruk bagi hubungan pihak berwenang dan pers di daerah. Mestinya tidak alergi terhadap kritik, justru harus terbuka dan komunikatif. Langkah konfirmasi yang dilakukan wartawan adalah bagian dari prinsip cover both sides dalam pemberitaan,” ucapnya dengan nada tegas.
Topan juga menjelaskan, kebebasan Pers di Indonesia dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang memberikan hak bagi jurnalis untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi kepada publik.
“Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik juga menegaskan kewajiban pejabat publik untuk transparan dalam memberikan informasi. Jika benar tindakan pemblokiran ini terjadi, hal itu dapat dipandang sebagai bentuk penghalangan komunikasi dan bertentangan dengan semangat keterbukaan informasi publik,” tutupnya.
