
PUSATBERITA,JAKARTA – Organisasi Milenial Indonesia menyampaikan keprihatinan mendalam atas fenomena rangkap jabatan sejumlah Wakil Menteri (Wamen) yang juga merangkap posisi sebagai komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Sekretaris Jenderal Milenial Indonesia, Fariski Adwari, menilai praktik tersebut tidak hanya menimbulkan persoalan etika, tetapi juga menyimpan sejumlah implikasi serius terhadap tata kelola pemerintahan dan kepercayaan publik.
“Ketika seorang Wamen merangkap sebagai komisaris BUMN, potensi terjadinya konflik kepentingan sangat besar. Ia berperan sebagai pembuat kebijakan sekaligus pengawas entitas bisnis yang berada dalam lingkup kekuasaan negara. Ini jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar tata kelola yang baik,” ujar Fariski dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (27/7).
Fariski menegaskan, praktik tersebut berlawanan dengan semangat good governance dan prinsip pemisahan kewenangan yang seharusnya dijunjung tinggi dalam sistem pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan bebas dari intervensi kepentingan pribadi atau kelompok.
Lebih lanjut, ia menyoroti efektivitas kinerja pejabat publik yang memegang dua jabatan strategis sekaligus, yang menurutnya akan sulit dijalankan secara optimal.
“Menjabat sebagai Wamen saja merupakan pekerjaan penuh waktu. Ketika harus membagi energi dan fokus untuk mengelola BUMN sebagai komisaris, maka akan ada beban kerja yang tidak proporsional. Akibatnya, potensi turunnya kinerja di kedua institusi sangat besar,” ungkapnya.
Selain itu, Fariski juga mempertanyakan latar belakang keahlian sejumlah pejabat yang dianggap tidak relevan baik dengan kementerian yang mereka emban maupun dengan sektor usaha BUMN tempat mereka menjabat sebagai komisaris.
“Jika bidang kementeriannya saja tidak sesuai dengan keahliannya, kemudian diberikan tanggung jawab di perusahaan negara yang juga bukan bidangnya, maka konsekuensinya adalah potensi ketidakefisienan ganda. Ini tidak hanya merugikan institusi, tetapi juga masyarakat sebagai pemangku kepentingan utama,” katanya menambahkan.
Sebagai representasi generasi muda, Milenial Indonesia mendesak agar reformasi birokrasi, khususnya dalam penataan jabatan publik, menjadi prioritas utama menjelang transisi pemerintahan ke depan.
Fariski menekankan bahwa jabatan publik harus diisi oleh sosok yang kompeten, profesional, dan terbebas dari konflik kepentingan.
“Kami tidak anti terhadap profesional yang ingin mengabdi. Namun, jabatan publik bukan ajang titipan politik atau bonus kekuasaan. Negara perlu menegakkan batasan yang tegas dan aturan main yang adil demi menjamin kredibilitas pemerintahan,” tegas Fariski.