
Ilustrasi/Cakra.News
JAKARTA, PUSATBERITA – Presiden Prabowo Subianto menyetujui pembentukan tim atau komisi reformasi kepolisian. Persetujuan ini disampaikan saat Prabowo bertemu tokoh-tokoh Gerakan Nurani Bangsa (GNB) di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (11/9) 2025.
Pertemuan berlangsung sejak pukul 16.30 hingga 19.55 WIB dan dihadiri sejumlah tokoh nasional, antara lain Sinta Nuriyah Wahid, Lukman Hakim Saifuddin, Quraish Shihab, Frans Magnis Suseno, Omi Komaria Nurcholish Madjid, Komaruddin Hidayat, dan Laode Syarif.
Dalam pertemuan itu, GNB menekankan perlunya reformasi Polri untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.
Pendeta Gomar Gultom, anggota GNB sekaligus Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) periode 2019–2024, menyampaikan bahwa Presiden menyambut baik usulan tersebut.
”Gerakan Nurani Bangsa menilai perlunya ada evaluasi dan reformasi kepolisian. Hal ini langsung disetujui oleh Bapak Presiden yang bahkan berencana segera membentuk komisi reformasi Polri. Tuntutan masyarakat yang besar ini akhirnya mendapat jawaban konkret,” jelas Gultom seusai pertemuan.
Menurut Gultom, Presiden Prabowo telah memiliki rancangan konsep Polri yang selaras dengan gagasan GNB.
“Bapak Presiden menyampaikan bahwa apa yang kami sampaikan justru sudah ada dalam konsep beliau. Jadi ini benar-benar sejalan antara aspirasi publik dan visi Presiden,” tambahnya.
Meski begitu, detail reformasi teknis mengenai pembentukan serta mekanisme kerja komisi Polri masih akan diumumkan langsung oleh Presiden Prabowo dalam waktu dekat.
Latar Belakang Reformasi Kepolisian
Dorongan reformasi kepolisian mencuat seiring meningkatnya kritik publik terhadap kinerja Polri. Data Komnas HAM 2022 menunjukkan, Polri menjadi institusi yang paling banyak diadukan, dengan 861 laporan dari total ribuan pengaduan pelanggaran HAM.
Sejumlah kasus besar juga menggerus kepercayaan masyarakat, mulai dari tragedi Kanjuruhan, kasus pembunuhan Brigadir J, hingga keterlibatan oknum polisi dalam peredaran narkoba. Laporan Amnesty International menyebut ratusan orang menjadi korban kekerasan aparat dalam periode tertentu, termasuk saat pengamanan demonstrasi.
Selain itu, mekanisme pengawasan internal dan eksternal dinilai lemah, sehingga menimbulkan kesan impunitas. Kritik juga diarahkan pada kewenangan Polri yang dianggap terlalu luas, sementara akuntabilitas dan transparansi belum optimal.
Survei terbaru bahkan menunjukkan mayoritas masyarakat mendukung reformasi total kepolisian, mencakup perbaikan profesionalitas, akuntabilitas, dan hubungan Polri dengan publik.
Dengan latar belakang tersebut, pembentukan tim reformasi kepolisian oleh Presiden Prabowo diharapkan dapat menjadi langkah konkret untuk memperbaiki institusi Polri sekaligus mengembalikan kepercayaan masyarakat.