
Tugu Pancasila | Sumber: commons.wikimedia.org
Santo Nainggolan Penasehat dari Poros Intelektual Muda (PIM) menyoroti kemunduran pemahaman dan penerapan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurutnya, saat ini Pancasila hanya dijadikan sebagai simbol seremonial tanpa dihayati sebagai pedoman utama dalam menjalankan pemerintahan.
“Pancasila adalah bintang penuntun bangsa ini, tetapi sekarang hanya dijadikan bunyi-bunyian oleh para penyelenggara negara,” ujar Santo dalam diskusi yang digelar PIM, kemarin (21/3). Dia menegaskan bahwa Pancasila seharusnya menjadi landasan dalam mengelola kemajemukan Indonesia, bukan malah dijadikan alat legitimasi untuk kepentingan politik tertentu.
Menurut Santo, sejak era reformasi, penyelenggara negara semakin jauh dari nilai-nilai Pancasila. Demokrasi justru digunakan sebagai tameng untuk melindungi penyimpangan. “Mereka berlindung di balik jargon demokrasi dan hak asasi manusia, tetapi pada praktiknya menyalahgunakan hukum untuk kepentingan kelompok tertentu. Bahkan, aparat negara sering dijadikan alat pemukul penguasa,” lanjutnya.
Santo juga mengkritik penggunaan teknologi dan media sosial yang menurutnya telah dijadikan alat penjajahan baru melalui “brutalitas pemikiran”. “Buzzer digunakan untuk menciptakan kebingungan di tengah masyarakat, meredam kritik, dan bahkan menghilangkan kesadaran kolektif rakyat. Ini adalah bentuk baru dari penjajahan yang menggerus nilai-nilai Pancasila,” tegasnya.
Lebih lanjut, Santo menyoroti maraknya korupsi di kalangan pejabat yang seolah sudah menjadi kebiasaan. “Korupsi terus dipertontonkan tanpa rasa malu, sementara hukum semakin tumpul terhadap kekuasaan. Investasi dan pendanaan politik kerap dikemas dengan kemudahan hukum tanpa memperhitungkan dampak bagi rakyat,” katanya.
Ia menekankan bahwa seharusnya para pemimpin menjadi teladan dalam menerapkan nilai-nilai Pancasila. “Penyelenggara negara harus memberi energi positif, membimbing, dan menanamkan kembali prinsip-prinsip Pancasila kepada rakyat. Bukan malah membuat bangsa ini semakin kebingungan dengan kebijakan yang menyimpang,” pungkasnya.
Diskusi yang digelar oleh Poros Intelektual Muda ini dihadiri oleh berbagai kalangan akademisi, aktivis, dan mahasiswa, yang turut mengkritisi kondisi bangsa saat ini. Mereka sepakat bahwa penguatan kembali nilai-nilai Pancasila menjadi hal yang mendesak agar Indonesia tidak semakin kehilangan jati diri.
Artikel Lain : Melebarkan Konsolidasi Pergerakan dengan Sosial Media
2 thoughts on “Pancasila, Demokrasi, dan Hukum: Pilar Bangsa yang Mulai Terkikis”